Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sudirman diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua tahun anggaran 2016.
Sudirman tiba di Gedung KPK tepat pukul 17.00 WIB, saat hujan deras tengah mengguyur Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Dia menumpangi mobil Toyota Innova B 1695 RFS hitam.
Dia langsung diberondong sejumlah pertanyaan oleh awak media yang telah menantinya sejak pagi hari. Namun mantan Direktur Utama PT Pindad (Persero) itu pun melayani dan menjawab pertanyaan wartawan dengan santai.
Sesekali ajudan dan petugas keamanan KPK mengingatkan agar proses wawancara terhadap Sudirman dilakukan di tangga menuju lobi KPK. Karena di halaman lembaga antikorupsi itu, air hujan yang terbawa angin sempat menggangu proses wawancara.
Tak hanya itu, suara petir dan klakson kendaraan yang melintas di depan Gedung KPK juga menambah gaduh suasana saat itu. Namun Sudirman yang mengenakan kemeja batik lengan panjang itu tetap melayani pertanyaan awak media dengan baik.
Selang 10 menit, dengan pengawalan yang ketat dari petugas keamanan KPK, akhirnya Sudirman dapat menerobos kerumunan awak media dan bergegas masuk ke Gedung KPK.
Baca Juga
Sementara, ajudan Sudirman menyatakan atasannya terlambat datang memenuhi panggilan KPK, karena harus mengikuti rapat dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
"Ini bapak dari Istana rapat yang soal G-20. Dari Istana langsung ke sini (KPK)," ujar ajudan tersebut kepada Liputan6.com di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Pada perkara ini nama Sudirman Said disebut-sebut pernah menerima proposal proyek Pembangkit Listrik yang sempat diusulkan Dewie Yasin Limpo, dalam Rapat Komisi VII dengan Kementerian ESDM pada April 2015 lalu.
Pengacara Dewie, Samuel Hendrik menyebut proposal itu diterima kliennya dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Iranius yang datang ke rapat Komisi VII bersama sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandoso.
Dewie Yasin Limpo dan Rinelda Bandoso telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Selasa 20 Oktober 2015 lalu, atau sehari setelah ditangkap penyidik KPK bersama ajudannya di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Mereka diduga telah menerima suap SG$ 177.700 dari pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius.
Suap ini diberikan terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Deiyai, Papua. Proyek itu sempat dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (RAPBN) 2016 di DPR.
Atas perbuatannya, Dewie Yasin Limpo dan Rinelda Bandoso dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (Rmn/Mut)