Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Pelindo IIÂ RJ Lino kembali dipanggil Panitia Khusus (Pansus) Pelindo DPR. Lino diperiksa terkait tidak lanjut dari pemeriksaan sebelumnya untuk mengungkap kasus dugaan korupsi di perusahaan tersebut.
Anggota Pansus Pelindo Muhammad Nizar Zahro mengatakan, Lino akan dimintai keterangan tentang 4 hal berkaitan dengan izin konsensi berpanjangan kontrak International Container Terminal (JICT) yang melibatkan perusahaan asing asal Hongkong Hutchison Port Holdings (HPH).
‎"Sesuai dengan tugas-tugas Direktur, dia menyampaikan paparan mengapa berani tanda tangan kontrak yang mengatakan diperpanjang selama 30 tahun," ujar Nizar, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Advertisement
Baca Juga
Pansus juga akan menanyakan apa dasar Lino mengamandemen kepemilikan saham JICT dengan HPH. Padahal tidak ditemukan izin dari pihak yang berwenang.
"Yang ketiga, apa benar komposisi saham ini sudah berubah," tutur dia.
Politisi Partai Gerindra ini juga menyampaikan, bahwa pengadaan barang di Pelindo II akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna memastikan berapa kerugian negara yang ditimbulkan terkait dugaan korupsi itu.
Sampai saat ini, Pansus Pelindo masih mempermasalahkan pernyataan RJ Lino yang menyebut PT JICT mayoritas sahamnya sudah milik Pelindo II. Padahal, kata Nizar, RJ Lino tidak bisa membuktikan ucapannya itu saat diperiksa Pansus.
Dalam UU No 14 Tahun 2015 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) disebutkan ada 5 syarat yang harus diberikan bila Pelindo ingin menguasai saham JICT. ‎Pertama, mengenai hasil rapat umum pemegang saham. Kedua, risalah rapat dan keputusan sekular tentang saham.
Ketiga, harus ada akte notaris, ‎keempat harus ada persetujuan BKPM, dan kelima harus ada Dirjen AHU dari Menteri Hukum dan HAM tentang perubahan komposisi saham.
"Sampai saat ini tidak ada perubahan apapun dari data-data yang kita miliki itu tetap. Bahwa yang mayoritas adalah HPH," ungkap Nizar.
Anggota Komisi V juga menantang RJ Lino untuk membuktikan dukumen mana yang bisa dijadikan dasar dirinya telah menguasai mayoritas saham JICT. Nizar curiga, amendemen tersebut merupakan percobaan agar saham bisa berubah.
"Atau amendemen seolah-olah sudah ada perubahan saham. Padahal sampai saat ini tidak ada perubahan sama sekali," pungkas Nizar.