Cari Riza Chalid, Polri Akan Minta Bantuan Interpol

Jenderal Pol Badrodin Haiti mengaku akan meminta bantuan Interpol di negara tempat Riza Chalid tinggal saat ini.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 09 Des 2015, 04:39 WIB
Diterbitkan 09 Des 2015, 04:39 WIB
Rakernis Humas Polri Berlangsung Secara Tertutup
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan pengusaha Riza Chalid hingga kini belum diketahui. Namun demikian, ia dipastikan sudah tidak berada di Tanah Air. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memastikan Riza Chalid telah berada di luar negeri sejak 5 hari lalu.

Untuk mencari jejak pengusaha minyak itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku akan meminta bantuan Interpol di negara tempat Riza tinggal saat ini.

‎"Ya nanti kan bisa ‎kita telusuri dari perwakilan-perwakilan Interpol, baik di Indonesia (maupun) di luar negeri. Di setiap negara kan ada Interpol-nya, kita bisa minta bantuan ke sana," ucap Badrodin di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (8 Desember 2015).

Namun demikian, sekalipun enggan membeberkan di mana keberadaan [Riza Chalid]( 2385097 "") saat ini, jenderal polisi bintang 4 itu tak bisa menjamin pengusaha tersebut dapat dijemput paksa dari negara tempat ia tinggal saat ini. Sebab, setiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda.

"Kewenangan polisi di negara lain kan terbatas‎, tidak kayak di negara kita. Kita paling banter minta bantuan Interpol, Interpol minta bantuan kepolisian setempat untuk bisa menyampaikan surat panggilan. Kalau yang bersangkutan kepolisian setempat tidak mau memberikan bantuan, ya enggak apa-apa, kita enggak bisa membawa pulang berarti," ujar Badrodin.

Badrodin menambahkan, saat ini Polri belum bisa memroses hukum Riza Chalid lantaran belum ada pihak yang melaporkan kepadanya.

"Itu kan menyangkut delik-delik ya pidana, apakah pidana nanti yang ‎ditersangkakan kepada yang bersangkutan adalah delik aduan atau delik biasa. Kalau delik aduan tentu memerlukan pelaporan. Kalau bukan delik aduan itu bisa dikasih laporan ke beliaunya," tandas Badrodin Haiti.

Kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden ini diawali dengan laporan Menteri ESDM Sudirman Said pada Senin 16 November 2015. Mantan Dirut PT Pindad itu yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran etika.

Sudirman melaporkan lantaran Setya diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait negosiasi perpanjan‎gan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

MKD sebelumnya telah menggelar 2 kali sidang terbuka dengan menghadirkan Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.‎ Sementara pada Senin 7 Desember 2015, sidang yang menghadirkan Setya Novanto berlangsung secara tertutup.

Pada Senin 7 Desember 2015, dengan raut wajah serius, Presiden Jokowi meminta agar tidak ada pihak mana pun yang mempermainkan lembaga negara untuk kepentingan pribadi.

"Proses yang berjalan di MKD harus dihormati, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara dipermainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara yang lain," ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta.

Dengan nada bicara yang semakin meninggi, Jokowi mengaku tidak mempermasalahkan diejek dengan kata-kata negatif. Bahkan, ia menyebut tidak masalah disebut sebagai presiden koppig atau keras kepala, seperti yang disebut dalam rekaman yang menjadi barang bukti kasus 'Papa Minta Saham' itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya