Liputan6.com, Jakarta - Suara Presiden Jokowi meninggi. Raut wajahnya tegang ketika disinggung dugaan pencatutan namanya dalam kasus ‘Papa Minta Saham’. Kasus itu melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Indonesa Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid.
Suaranya tegas. Dia mengacungkan jari telunjuknya beberapa kali sambil menyampaikan kekesalannya.
Baca Juga
"Proses yang berjalan di MKD harus kita hormati. Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara lain," ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 7 Desember 2015 malam.
Advertisement
Amarah Jokowi semakin terlihat. Tak seperti biasanya, Jokowi kali ini tampak serius dan tegang.
"Saya enggak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig (keras kepala). Ndak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa mencatut meminta saham 11 persen itu yang saya enggak mau, Tidak bisa," ucap Jokowi.
Siang harinya, sidang dugaan pelanggaran etik atas kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang mengundang Ketua DPR Setya Novanto digelar tertutup.
Hal itu berbeda dengan sidang sebelumnya yang menghadirkan pelapor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Sidang keduanya yang digelar secara terbuka.
Dalam sidang tertutup, Setya Novanto menyatakan keberatannya atas pelaporannya ke MKD oleh Sudirman Said. Di antaranya, terkait legal standing Sudirman Said sebagai menteri.
Setya juga mengaku tidak bersalah di hadapan MKD. Politisi Partai Golkar ini menyerahkan kasus dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke MKD.
Kuasa Hukum Ketua DPR Setya Novanto, Firman Wijaya, menyatakan kliennya tidak ingin menanggapi reaksi Presiden Joko Widodo yang marah terkait kasus dugaan pencatutan nama. Dia meminta semua pihak menghormati persidangan kliennya.
"Kita harap semua pihak menghormati, dan Pak Setya Novanto tidak pernah untuk menanggapi dan beliau ingin fokus pada pemeriksaan," kata Firman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 8 Desember.
Warning MKD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai, kemarahan Jokowi sebagai peringatan keras terhadap MKD.
"Iya, itu bentuk warning pada MKD. Tapi memang MKD memiliki kemandiriannya sendiri dengan keputusannya. Kita tidak bisa mendikte," kata Jimly di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 8 Desember 2015.
Jimly menuturkan masalah ini sebagai pertaruhan bangsa. Menurut dia, seharusnya penyelesaian masalah catut nama Presiden ini tidak melalui jalur politik, melainkan ranah hukum.
Meski begitu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini meminta agar Jokowi dan publik bersabar menanti keputusan MKD. Keseriusan MKD dapat terlihat dari keputusannya.
Menko Polhukam Luhut Pandjaitan juga menilai, kemarahan Jokowi wajar. Namun menurutnya, presiden tak akan mengambil langkah serius itu lantaran kesibukannya.
"Kalau itu (laporan polisi), saya enggak tahu, tanya saja presiden. Saya rasa Presiden sibuk dengan masalah persiapan program tahun depan," ujar Luhut.
Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menilai, setelah Jokowi mengungkapkan amarahnya tersebut kepada publik seharusnya aparat penegak hukum bisa 'jemput bola'. Mereka bisa memanggil ketiga orang yang ada dalam rekaman itu untuk dimintai keterangannya terkait di balik obrolan tersebut.
"Ya itu kan presiden, dia manusia. Untuk jadi presiden itu karena kehendak Tuhan. Tapi harga diri dia dipermainkan wajar marah. Kejaksaan, Pembantu Presiden mereka bisa melakukan tindak pidana khusus penyelidikan, penyidikan, penuntutan," kata Ruhut saat dihubungi di Jakarta, Selasa 8 Desember 2015.
Sebagai kawan dan mantan rekan kerja semasa Presiden Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memahami betul kemarahan Jokowi.
"Wajar dong (marah). Namanya dicatut minta saham," kata Ahok.
Ahok mengungkapkan, 3 tahun bersama Jokowi menjalankan roda pemerintahan DKI Jakarta, tak pernah satu pun dirinya melihat mantan Wali Kota Solo itu tergoda akan tawaran uang.
Ketua Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanul Haq menilai kemarahan Jokowi terkait kasus pencatutan namanya bisa berujung pada reshuffle Kabinet Kerja jilid II.
Sementara itu, dalam kata pengantarnya saat rapat kabinet, Jokowi mengatakan akan ada evaluasi menjelang pengujung tahun ini. Bahan evaluasi tersebut nantinya menjadi acuan agar pada 2016 agar kinerja pemerintah menjadi lebih baik.
Dia meminta agar para pembantunya tidak hanya banyak berbicara dan saling mengomentari menteri yang lain. Jokowi minta para menterinya lebih fokus bekerja dan menyelesaikan program-program yang telah dirancang.
Ke Mana Riza Chalid?
Sementara itu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengumpulkan bahan dan keterangan terkait skandal Papa Minta Saham. Setelah memeriksa Menteri ESDM Sudirman Said serta Presiden Direktur PT Freeport Indonesia MAroef Sjamsoeddin, giliran penyidik memeriksa pengusaha Riza Chalid.
Namun, penyidik gagal untuk memeriksa Riza yang disebut-sebut terlibat dalam percakapan 'Papa Minta Saham'.
"Beliau sudah dipanggil tapi belum hadir. Agendanya diundang Senin kemarin," kata Kapuspenkum Kejagung Amir Yanto di Kejagung, Jakarta, Selasa 8 Desember 2015.
Penyidik, kata Amir, tidak berwenang untuk membawa paksa Riza Chalid dan dihadapkan kepada penyidik untuk diperiksa. Alasannya, kasus masih dalam proses pengumpulan bahan dan keterangan atau penyelidikan dan masih mendalami unsur pidananya.
Kepala Humas Dirjen Imigrasi, Heru Santoso mengatakan, Riza Chalid meninggalkan Tanah Air sejak beberapa hari lalu. Heru mengaku pihaknya belum bisa menyampaikan di negara mana tepatnya keberadaan pengusaha itu karena masih dalam penyelidikan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui, Riza Chalid terdeteksi meninggalkan Tanah Air sejak 4 hari lalu. "Dia tidak di Indonesia, sudah beberapa waktu lalu, 4 hari lewat," ujar Yasonna di Istana Kepresidenan Bogor.
Yasona mengatakan, belum ada upaya pencekalan terhadap Riza. Sebab, pihaknya belum menerima permintaan dari lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan dan KPK untuk mencekal Riza.
Tetap Dipanggil
MKD akan meminta bantuan Polri guna melacak dan membawa Riza Chalid ke hadapan majelis persidangan dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto.
Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan, pihaknya sudah pernah melayangkan pemanggilan kepada Riza dan tidak hadir pada Kamis 3 Desember 2015.
"Menurut tata beracara kita panggil sekali lagi. Kalau tidak datang karena kita tidak tahu alamatnya ya, maka untuk panggilan ketiga kita bisa minta kerja sama dengan Polri untuk cari di mana sekali pun sampai dapat," kata Surahman di Gedung DPR.
Jaksa Agung HM Prasetyo juga mengatakan menyatakan, jajarannya tetap akan melayangkan surat pemanggilan kepada Riza walaupun dia ke luar negeri. "Makanya justru akan kita panggil," ujar Prasetyo di Istana Bogor.
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengakui, pihaknya belum meminta pencekalan Riza kepada Kemenkumham. Langkah itu akan diterapkan jika ada permintaan dari MKD DPR atau pihak lain yang melaporkannya.
Menurut dia, hingga kini belum ada satu pihak pun yang membuat laporan pengaduan mengenai peran Riza Chalid.
"Belum ada permintaan dari MKD atau dari Kejaksaan. Tadi sudah saya sampaikan, hingga saat ini belum tahu saya itu, ada permintaan itu, presiden belum perintahkan ke saya," kata Badrodin.