Komnas PA: 2015, Kekerasan Anak Tertinggi Selama 5 Tahun Terakhir

Data ini diperoleh melalui layanan anak, hotline service, layanan email dan Facebook, serta surat menyurat.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 22 Des 2015, 15:24 WIB
Diterbitkan 22 Des 2015, 15:24 WIB
Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak. Sumber: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut pengaduan pelanggaran hak anak terus meningkat. Ini berdasar data yang dihimpun Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak, dalam kurun waktu 2010-2015.

Sekretaris Jenderal Komnas PA, Samsul Ridwan mengatakan jumlah aduan pada 2010 sebanyak 2.046, di mana 42 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual. Pada 2011 menjadi 2.467 kasus, yang 52 persennya kejahatan seksual.

Sementara pada 2012, ada 2.637 aduan yang 62 persennya kekerasan seksual.

"Meningkat lagi di 2013 menjadi 2.676 kasus, di mana 54 persen didominasi kejahatan seksual. Kemudian pada 2014 sebanyak 2.737 kasus dengan 52 persen kekerasan seksual. Melihat 2015, terjadi peningkatan pengaduan sangat tajam, ada 2.898 kasus di mana 59,30 persen kekerasan seksual dan sisanya kekerasan lainnya," kata Samsul di kantornya, Jakarta, Selasa (22/12/2015).

Menurut dia, data ini diperoleh melalui layanan anak, hotline service, layanan email, dan Facebook, serta surat menyurat.

Bukan hanya itu, Samsul menjelaskan pada 2015, Komnas PA melalui Pusdatin, mencatat, sebagian besar kekerasan anak terjadi di lingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah.

"62 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat keluarga dan lingkungan sekolah, selebihnya 38 persen di ruang publik. Bukan hanya itu, predator atau pelaku kejahatan terhadap anak juga dilakukan orang terdekat seperti anak, guru, ayah tiri, abang, keluarga terdekat, tetangga, bahkan penjaga sekolah," tegas Samsul.

Oleh karena itu, agar jumlah kekerasan pada anak terjadi penurunan yang siginifikan, Komnas PA merekomendasikan sejumlah hal. Pertama, menjadikan kekerasan anak sebagai kejahatan luar biasa dan dimasukan ke Perppu Hukuman Kebiri.

"Kemudian mendorong Komisi III agar memasukan kekerasan anak pada pembahasan RUU KUHP, mendorong Presiden untuk segera mewujudkan tanggung jawab lintas kementerian/lembaga serta pemda dalam melaksanakan Inpres Nomor 5 tahun 2014," lanjut Samsul.

Selain itu, membentuk tim reaksi cepat perlindungan anak berbasis masyarakat di masing-masing daerah. Dia juga menyarankan agar pemerintah mempercepat pengesahan Perppu Hukum Kebiri.

"Juga memastikan hak anak dalam perkawinan siri. Mendorong pusat dan daerah melaksanakan percepatan pelaksanaan UU Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Serta mendesak keluarga Indonesia untuk menciptakan lingkungan rumah dan keluarga ramah anak," pungkas Samsul.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya