Liputan6.com, Jakarta - Soeharto harus melewati jalan berliku sebelum bisa menduduki kursi presiden menggantikan Sukarno. Masa kecilnya jauh dari kata nyaman.
Soeharto kecil hidup berpindah-pindah. Pada usia 8 tahun, dia dititipkan ayahnya kepada adik perempuan satu-satunya yang berdomisili di Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah.
Bibinya bersuamikan mantri tani, Bapak Prawirowihardjo. Di sana, dia mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Namun beberapa kali Soeharto kecil harus pindah dan kembali lagi ke rumah itu.
Setelah beberapa kali kepindahan, dia kembali lagi ke sana usai menamatkan sekolah di Schakel Muhammadiyah, Yogyakarta. Seperti dikutip dari laman Soeharto.co, Rabu (27/1/2016), saat itu, 1939, usianya menginjak 18 tahun.
Baca Juga
Soeharto yang ingin melanjutkan sekolah terpaksa bekerja dulu untuk mengumpulkan ongkos pendidikannya. Ayah maupun keluarga ayahnya tak ada yang sanggup untuk membiayai.
Saat itu, ketika tak kunjung mendapatkan pekerjaan, pria kelahiran 8 Juni 1921 itu pergi ke Wuryantoro. Di daerah tempat tinggal bibinya itu, dia memiliki banyak kenalan.
Lalu dia pun mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu klerek (pegawai) pada sebuah Bank Desa (Volks Bank). Maka Soeharto pun bekerja dengan mengikuti sang klerek berkeliling kampung menggunakan sepeda dan pakaian Jawa lengkap, kain blankon serta baju beskap.
Lewat pekerjaan itu, Soeharto belajar pembukuan. Semua orang kala itu mengakui 'keenceran' otaknya.
Karirnya sebagai pembantu klerek pun tamat ketika kainnya sobek usai turun dari sepeda yang sudah reot. Kain itu tersangkut pada sadel yang menonjol keluar. Padahal itu adalah satu-satunya kain yang bisa dipakainya untuk bekerja.
Saat itu dia dicela klerek dan dimarahi sang bibi, Ibu Prawirowihardjo. Sejak itu, Soeharto -- yang kelak memimpin Indonesia menjadi pengangguran lagi.
Jalannya baru terbuka lagi ketika pendaftaran masuk Koninlijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda dibuka dan meraih pangkat sersan. Ketika Belanda menyerah dan digantikan Jepang, dia mengikuti penerimaan keanggotan Polisi Jepang di Indonesia atau Keibuho. Soeharto pun lulus dengan predikat terbaik.
Hingga akhirnya dia bergabung sebagai tentara sukarela PETA (Pembela Tanah Air). Soeharto muda seperti dilatih 2 zaman, dari penjajahan Belanda hingga Jepang.
Advertisement