Dari Musik ke Dapur Restoran Michelin Star: Kisah Sukses Diaspora Indonesia di Belanda

Kisah Rina adalah kisah pantang menyerah dalam menemukan jati diri.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 03 Mar 2025, 06:44 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2025, 21:12 WIB
Diaspora Indonesia Rina de Ruiter atau Rina Nurhasanah yang kini menetap di Amsterdam, Belanda. (Dok. Liputan6.com via Rina de Ruiter)
Diaspora Indonesia Rina de Ruiter atau Rina Nurhasanah tahun 2022 sewaktu jadi demi chef di Pulitzer Hotel. Perempuan usia 29 tahun ini sekarang menetap di Amsterdam, Belanda. (Dok. Liputan6.com via Rina de Ruiter)... Selengkapnya

Liputan6.com, Amsterdam - Rina de Ruiter atau Rina Nurhasanah adalah satu dari banyak kisah diaspora Indonesia yang sukses membangun karier di negeri orang. Kemampuan perempuan asal Bandung, Jawa Barat, ini teruji di dapur restoran peraih Michelin Star di Amsterdam, Belanda.

Faktanya, latar belakang pendidikan Rina jauh dari dunia kuliner. Demikian pula kegemarannya.

Perempuan usia 29 tahun ini adalah lulusan musik karawitan dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, di mana dia menimba ilmu pada 2013-2017.

Begitu mencintai musik semasa kuliahnya, Rina menghabiskan waktunya mendalami berbagai genre. Namun, lambat laun haluannya berubah.

Kesuksesan di bidang musik, menurut Rina, tidak hanya ditentukan oleh bakat, melainkan juga relasi dan modal. Perlahan, dia merasa terjebak dalam dunia yang dia nilai tidak memberinya ruang untuk berkembang secara alami. Dia pun mencari bentuk ekspresi baru yang tetap mampu mewakili jati dirinya.

"Awalnya, saya mengira musik adalah panggilan hidup saya, tapi ternyata saya justru menemukan diri saya yang sejati di balik dapur," ungkap Rina kepada Liputan6.com, Kamis, 6 Februari 2025.

Pada 2018, Rina bergabung dengan Polyglot Indonesia, yakni komunitas yang menghimpun orang-orang yang menguasai setidaknya dua bahasa asing. Dari sinilah, dia bertemu dengan orang-orang yang membantunya menemukan peluang untuk belajar serta mengembangkan keterampilan di Belanda.

Benih ketertarikannya pada dunia kuliner pun tumbuh.

"Memasak memiliki banyak kesamaan dengan musik, terutama soal harmoni dan keseimbangan. Merangkai komposisi lagu itu nggak jauh berbeda dengan meracik masakan," tutur Rina.

Pada 4 November 2022, Rina menikah dengan pria asal Belanda, David de Ruiter, dan memutuskan pindah ke Amsterdam. Kepindahan ini membuka jalan baginya untuk menekuni dunia kuliner dengan lebih serius.

"Sekarang dapur adalah panggung saya. Saat menyajikan makanan, saya merasa seperti sedang menggelar sebuah pertunjukan. Setiap bahan memiliki peran, setiap rasa harus berpadu secara harmonis, dan setiap hidangan mencerminkan identitas serta perjalanan hidup saya," cerita Rina penuh semangat.

Lewat memasak, Rina tidak hanya melahirkan karya, namun turut mengenalkan Indonesia pada dunia.

Menikmati Setiap Proses

Diaspora Indonesia Rina de Ruiter atau Rina Nurhasanah yang kini menetap di Amsterdam, Belanda.
Diaspora Indonesia Rina de Ruiter atau Rina Nurhasanah yang kini menetap di Amsterdam, Belanda. (Dok. Liputan6.com/Ilse Schuurman via Rina de Ruiter)... Selengkapnya

Rina memulai kariernya di dapur profesional dari titik paling dasar, membuktikan bahwa setiap langkah besar berawal dari langkah kecil.

Pada Oktober 2021, dia mendapatkan kesempatan berharga sebagai commis chef di NENI, sebuah restoran Mediterania di Amsterdam. Di sana, dia mempelajari teknik dasar memasak dan manajemen dapur profesional, menyerap setiap ilmu seperti spons yang haus pengetahuan.

Kurang lebih sebulan kemudian, pada November 2021, Rina melangkah lebih jauh dengan bergabung di Izakaya Asian Kitchen and Bar, sebuah restoran fusion Jepang-Latin. Di tempat ini, dia mengasah keterampilannya dalam teknik memasak khas Jepang yang menuntut ketelitian tinggi.

Ritme kerja yang cepat dan standar ketat menjadi tantangan tersendiri, namun Rina menyikapinya sebagai bagian dari proses pembelajaran berharga.

Kariernya terus melesat. Pada Juni 2022, Rina dipercaya sebagai demi chef de partie di Pulitzer Hotel Amsterdam. Di sana, dia bertanggung jawab atas persiapan dan penyajian makanan di berbagai bagian mulai dari di garde manger yang menyajikan hidangan dingin, entremetier yang mempersiapkan hidangan pendamping, hingga rotisseur atas persiapan hidangan panggang.

Tak puas dengan pencapaiannya, Rina memutuskan memperdalam ilmu kulinernya dengan menempuh pendidikan di ROC van Amsterdam dari Januari hingga Oktober 2023. Fokusnya adalah Opleiding tot Leidinggevende Keuken Niveau 4/Horeca and Catering Management.

Mei 2023, Rina mendapat kesempatan langka untuk belajar dengan bergabung di brasserie di Conservatorium Hotel, salah satu hotel mewah di Amsterdam. Meski kendala bahasa menghalanginya menyelesaikan studinya di sini, keterampilan dan potensi besar dalam diri Rina membuatnya dengan cepat dipromosikan sebagai chef de partie.

Perjalanan Rina menuju dapur restoran peraih Michelin Star tidaklah mulus. Tahun 2024 mencatat prosesnya, di mana dia aktif mencari peluang. Seleksinya penuh liku—dia melamar ke empat restoran berbeda, menghadapi persaingan ketat, dan menerima berbagai respons.

"Ada yang menolak, ada yang tertarik, tetapi tidak memiliki posisi kosong hingga akhirnya restoran keempat membuka pintu untuk saya," kisahnya penuh syukur.

"Saya tidak menunggu kesempatan datang, saya yang mencarinya. Setiap langkah ibaratnya adalah perjuangan untuk membuka jalan sendiri."

Awal 2025, Rina akhirnya resmi diterima sebagai chef de partie di restoran peraih Michelin Star di Amsterdam, Ron Gastrobar. Namun, sebelum menjalankan peran barunya secara penuh pada April mendatang, Rina sementara ini memperkaya pengalamannya di restoran Indonesia yang berada di bawah naungan perusahaan yang sama.

"Bekerja di dapur profesional itu seperti berada di barak militer, penuh tekanan, dan serba cepat. Tapi justru itulah yang membuat saya terus berkembang," ujar Rina.

Menurut Rina, pengalaman yang terus bertambah akan membuka peluang untuk mencapai posisi lebih tinggi, seperti sous chef hingga head chef. Bagaimanapun, dia sendiri memilih tidak terburu-buru.

"Setiap tahapan dalam perjalanan karier punya nilai tersendiri dan saya ingin menikmati serta memahami setiap prosesnya dengan baik," kata dia.

 

Tantangan hingga Keuntungan

Rina de Ruiter pada 2017 saat festival di Sibu, Sarawak, Malaysia.
Rina de Ruiter pada 2017 saat festival di Sibu, Sarawak, Malaysia. (Dok. Liputan6.com via Rina de Ruiter)... Selengkapnya

Bagi Rina, tentu tantangan tidak hanya datang dari dunia kerja, terlebih dia berstatus pendatang di negeri orang. Salah satu yang paling menantang baginya adalah faktor cuaca dingin.

Kondisi ini kerap membuatnya merindu pada tanah air apalagi setelah dia kembali dari Indonesia di tengah musim dingin yang menggigit.

"Aku nangis terus, rasanya mau pulang. Maunya nggak tinggal di sini lagi," sebut Rina.

Ketersediaan bahan makanan atau kebutuhan sehari-hari menjadi isu tersendiri bagi Rina mengingat di tanah air akses untuk membelinya kapan saja dan di mana saja tergolong mudah. Sementara itu, di Belanda, jam operasional toko cukup ketat. Beberapa daerah bahkan menutup toko lebih awal, memaksa Rina lebih terencana dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Adaptasi ekstra juga mesti dijalani Rina dalam kehidupan sosial. Meskipun ada kenyamanan dalam hal privasi dan kebebasan, interaksi sosial di Belanda dinilainya lebih individualis, menjadikan situasinya bertolak belakang dengan Indonesia yang cenderung hangat dan akrab. Kehidupan bertetangga di Belanda cenderung lebih formal.

"Bahkan, untuk bertemu teman atau orang Belanda harus direncanakan jauh-jauh hari. Berbeda dengan di Indonesia yang lebih fleksibel dan spontan. Selain itu, membangun pertemanan dengan orang lokal tidak mudah karena mereka cenderung berkelompok dan lebih terbuka kepada orang yang sudah mereka kenal sejak lama," cerita Rina.

Tingginya biaya hidup adalah hal lain yang disoroti Rina selama menetap di Belanda.

"Kalau di Bandung, Rp10 ribu bisa dapat satu porsi bakso, sedangkan di Belanda satu porsi bisa mencapai 200 ribu," kata Rina.

Namun, di balik segala tantangan tersebut, Rina tetap mensyukuri keuntungan yang dinikmatinya selama tinggal di Belanda.

"Sistem kerja lebih teratur dan adil, lingkungan bersih, serta transportasi nyaman menjadi nilai tambah yang sulit ditemukan di Indonesia. Peluang kerja di Belanda lebih terbuka, terutama bagi anak muda yang ingin mengembangkan karier. Pemerintah setempat memberikan berbagai dukungan bagi warganya, termasuk dalam hal kesehatan dan tunjangan bagi mereka yang mengalami burnout atau kelelahan fisik dan mental," imbuhnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya