Liputan6.com, Jakarta - Warga Kalijodo memiliki cara tersendiri untuk menangkal pengaruh buruk dari lokasi tempat mereka tinggal. Mulai dari pengawasan ketat hingga mengirimkan anak-anak remaja mereka ke pesantren.
Husniati (45), ibu 4 anak ini menjaga anak-anaknya secara ketat selama 24 jam. Terlebih anak sulung perempuannya kini memasuki usia remaja.
"Kalau pulang sekolah, saya tungguin di depan gang. Kalau malam, nggak boleh keluar rumah. Kalau keluar, harus dengan teman yang saya kenal. Kalau temannya anak sini (Kalijodo) saya nggak kasih izin," ujar Husniati, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Untuk putranya yang masih kecil, Husniati juga memberlakukan hal yang sama. Setiap sekolah putranya harus melewati kafe-kafe di Kalijodo.
"Ya kalau khawatir sih, khawatir banget. Tapi mau tinggal di mana lagi? Suami saya cuma seorang satpam," kata Husniati.
Baca Juga
Warga lainnya, Ipon (40) menyatakan, dia menjaga anak-anaknya dari pengaruh negatif dengan menyekolahkan anaknya jauh dari Kalijodo serta mengikut sertakan anaknya berbagai les.
"Kalau pergi pagi pulangnya sore, anak-anak juga capek. Palingan mereka main di rumah saja," ujar Ipon.
Sedangkan Sumiati (54), mengirimkan anak bungsunya ke pesantren di Pandeglang. Sumiati yang sudah tinggal di Kalijodo sejak 1974 itu mengaku ngeri dengan kehidupan Kalijodo. Dia bertahan karena tak ada pilihan lain untuk tempat tinggal.
Ia berkisah bagaimana mencekamnya hidup di Kalijodo sebelum tahun 2000.
"Sekarang mah enak, nggak ada preman, nggak ada perjudian, cuma prostitusi doang. Dulu mah parah, uang keamanan tiap hari. Preman banyak, suami saya saja terjerumus judi. Tapi, kalau sekarang mah udah nggak ada," ujar Sumiati.
Menurut warga, rencana penggusuran oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta tak tepat. Sebab, tak semua warga kalijodo berprofesi menyimpang.
"Anak-anak kami nggak pernah seperti itu, mereka semua (pekerja prostitusi Kalijodo) itu orang luar, orang jauh," ujar Husniati, yang rumahnya hanya 20 langkah dari Wisma Paris yang menyediakan sejumlah PSK.
Advertisement