Warga Kalijodo: Daeng Azis Hilang Sejak Polisi Datang

Sejak pertama mengenal Azis, yang terlintas dipikiran Nur adalah dia pengusaha minuman keras.

oleh Audrey Santoso diperbarui 21 Feb 2016, 19:03 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2016, 19:03 WIB
20160215-Tokoh-Kalijodoh-Jakarta-Daeng-Aziz-FF
Tokoh Kalijodo Daeng Azis saat mendatangi Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2). Daeng ke Komnas HAM bermaksud mengadukan rencana relokasi red light district Kalijodo oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Abdul Azis, pria asal Makassar yang ditokohkan sebagai Daeng oleh warga Kalijodo menghilang sejak beberapa hari belakangan. Terhitung sejak Rabu 16 Februari, pria yang dikenal dengan nama Daeng Azis itu tak menunjukkan kehadirannya di tengah masyarakat Kalijodo yang galau karena menjadi korban penertiban.

"5 atau 4 hari yang lalu masih lihat, tapi sejak ramai-ramai di media (Kalijodo) mau ditertibkan sudah enggak kelihatan," ujar Nurlaela (50), pemilik warung yang lokasinya berjarak 3 rumah dari Intan Cafe milik Daeng Azis, Kalijodo, Jakarta Utara, Minggu (21/2/2016).
Intan Cafe milik pentolan Kalijodo Daeng Aziz dijaga 1 kompi polisi. (Audrey Santoso/Liputan6.com) Ia mengaku bersama-sama Daeng Azis pindah ke Kalijodo pada tahun 1980-an. Kala itu populasi warga perantauan Makassar menguasai pemukiman di seberang Kalijodo, namun akhirnya direlokasi karena adanya proyek pembangunan Jalan Tol Layang Teluk Intan.

Sejak pertama mengenal Azis, yang terlintas dipikiran Nur adalah dia pengusaha minuman keras.

"Saya juga dari Makassar. Sudah dari tahun 80-an di sini. Daeng Azis ya kita tahunya dari dulu pengusaha bir," jelas Nur.

Sementara itu bibi Nurlaela mengatakan, Daeng Azis tak begitu dekat dengan warga meski ditokohkan. Perempuan tua yang dikenal dengan panggilan Nenek Fira itu bahkan berpendapat sikap Azis dikenal kasar. Warga biasa di Kalijodo segan dengannya, bahkan cenderung takut mengajak Azis berinteraksi.

"Galak orangnya. Enggak ada yang berani negur dia orang sini," kata nenek yang enggan menyebutkan namanya.

Pentolan Sebelumnya

Seorang warga yang juga bernama Nur bercerita, dahulu Azis bukanlah orang terpandang. Di awal tahun 2000-an, cerita Nur, kelompok preman memiliki banyak anggota adalah kelompok Haji Usman.

Kata Nur, kelompok Haji Usman memiliki 800 anak buah atau biasa disebut anak macan. Mereka adalah pengangguran-pengangguran yang dipekerjakan di zona perjudian kekuasaan Haji Usman.

"Dulu mah Azis bukan apa-apa. Haji Usman yang berkuasa, punya 800 orang anak buahnya. (Sebutannya) Anak macan, pengangguran yang dijatah dari perjudian. Penguasanya Haji Usman," ujar Nur yang hendak menempati Rusun Marunda ini.
Beginilah kondisi Kalijodo saat dikunjungi oleh Kombes Krishna Murti. Nur mengatakan, saat penertiban oleh Kombes Krishna Murti tahun 2001, ia mendengar isu para jawara diberi pilihan antara melanjutkan bisnis judi atau lokalisasi. Akhirnya opsi para jawara jatuh kepada bisnis prostitusi. Namun ia tak mengetahui betul siapa yang memberikan pilihan tersebut.

Nur pun membagi cerita soal peristiwa penodongan senjata oleh Azis kepada Kombes Krishna Murti. Berdasarkan versi Nur, Krishna Murti kala itu hendak mendamaikan perseteruan yang pecah antara kelompok preman Azis dengan Haji Usman. Namun Krishna tak memakai pakaian dinas sehingga warga yang bertikai tak mengetahui ia polisi.

"Makanya ditodong pistol. Haji usman sekarang sudah enggak ada, anaknya sudah meninggal, jadi tinggal Azis (yang berkuasa di Kalijodo)," tutup Nur.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya