Mendulang Laba dari Gerhana Matahari Langka

Tak hanya pemerintah yang sibuk, kalangan pengusaha hingga rakyat biasa ikut heboh menyambut Gerhana Matahari Total.

oleh Devira PrastiwiYanuar HDewi DiviantaDio Pratama diperbarui 06 Mar 2016, 00:14 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2016, 00:14 WIB
20160303-Gerhana-Matahari-Total-iStockphoto
Ilustrasi Gerhana Matahari Total (iStockphoto)

Liputan6.com, Sigi - Peristiwa langka segera berlangsung di Nusantara. Gerhana matahari total (GMT) namanya. Fenomena alam itu akan kembali menyapa bumi pada 9 Maret 2016 mendatang, sekitar 33 tahun setelah gerhana itu terjadi pada 1983.

Dari seluruh daratan di dunia, hanya wilayah Indonesia yang akan menikmatinya secara langsung. Gerhana matahari total akan terlihat jelas di 12 provinsi di Indonesia.

Hal itu tentu saja disambut antusias. Baik pemerintah, warga maupun kalangan usaha sudah berancang-ancang memanfaatkan momen berharga itu.

Jika pemerintah memanfaatkan gerhana untuk menaikkan daya tawar wisata Indonesia ke mancanegara, rakyat sibuk menyiapkan diri untuk berpesta. Sedangkan kalangan pengusaha bersiap diri demi meraup laba tambahan.

Jika tidak percaya, cobalah datang ke Sigi, Sulawesi Tengah. Sebanyak tiga titik disiapkan menjadi lokasi pengamatan, yakni Desa Pakuli, Kecamatan Gumbasa; Ngatabaru, Kecamatan Sigi Biromaru; dan Desa Wayu, Kecamatan Kinovaro.

Monumen Gerhana Matahari Total itu dibangun di Sigi, Sulawesi Tengah. (Liputan6.com/Dio Pratama)

Tidak berhenti di situ, pemerintah setempat juga menyiapkan monumen GMT bertempat di Desa Pakuli Utara, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi. Pendirian monumen itu sebagai pertanda terjadinya peristiwa langka tersebut di wilayah Sulteng.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sigi, Dewi Cahya Abdullah mengatakan, Pemprov Sulteng melalui Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif (Disparekraf) sudah mengoordinasikan pembangunan monumen GMT dengan pihak terkait.

"Dari tahun lalu sudah dikoordinasikan. Saat ini, proses pembangunannya sedang berjalan dan diharapkan selesai sebelum pelaksanaan GMT pada 9 Maret 2016 mendatang," kata Dewi kepada Liputan6.com di Desa Pakuli Utara, Selasa, 1 Maret 2016.

Setelah monumen itu jadi, sambung dia, pemprov akan mempersilakan seluruh wisatawan mancanegara untuk membubuhkan tanda tangannya di monumen tersebut. Terutama mereka yang khusus datang untuk mengamati GMT di Sulteng.

Tapi, pihak yang sibuk tidak hanya pemerintah. Pemilik hotel dan staf di Palu dan sekitarnya sudah mulai kebanjiran tamu, khususnya hotel-hotel berbintang. Saking penuhnya, sebagian wisatawan menginap di rumah penduduk yang menjadi home stay dadakan.

"Rumah warga terbuka untuk semua, bukan hanya wisman, tetapi tamu lainnya. Ada juga yang menginap di rumah-rumah penduduk setempat," kata AR Hamzah, tokoh pemuda Desa Pakuli Utara, Kecamatan Sidondo.

Sementara itu, titik pengamatan di Desa Wayu terdapat fasilitas olah raga paralayang karena lokasinya berada di ketinggian sekitar 770 meter dari permukaan laut. Dari tempat itu, pengunjung bisa menikmati keindahan Kota Palu dan juga desa-desa di Sigi dan Donggala.

Kenduri Rakyat

Kenduri Rakyat

Kehebohan menyambut gerhana juga menerpa warga biasa. Para pencinta astronomi dari Yogyakarta yang tergabung dalam Komunitas Jogja Astro Club (JAC), contohnya. Komunitas itu siap menerjunkan 100 relawan yang dinamai Laskar Gerhana Matahari.

Mereka akan mendampingi masyarakat Yogyakarta dengan bersenjatakan berbagai alat di sekitar Masjid Gede Kauman. Pembina Jogja Astro Club (JAC) Mutoha Arkanuddin menyatakan pihaknya menyiapkan kacamata dan alat proyeksi guna membantu masyarakat yang ingin melihat gerhana matahari di tempat selain Tugu Yogyakarta.

Ia menerangkan acara nonton langsung gerhana matahari di Kauman akan dimulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB. Selain melihat langsung fenomena alam itu, komunitas juga akan melaksanakan salat gerhana pada pukul 07.45 WIB di Masjid Kauman.

"Ada salat gerhana, lalu nanti juga share soal gerhana matahari. Intinya memberikan edukasi bagaimana cara menyaksikan dan apa penyebab gerhana," ujar dia.

Mutoha menyebut komunitas juga akan bekerja sama dengan Pos Indonesia. Kerja sama itu dilakukan dengan menjual perangko edisi Gerhana Matahari di lokasi.

"Besok akan ada perangko gerhana matahari juga kerjasama dengan Pos Indonesia," kata Mutoha.



Sambutan meriah untuk gerhana juga melanda Jakarta. Bahkan, planetarium yang sedang direnovasi sengaja dibuka hanya untuk nobar peristiwa langka itu. Pendaftaran nobar GMT itu akan dibuka mulai pukul 04.30 WIB.

Proses GMT akan mulai terlihat saat fajar hingga sekitar pukul 06.30 WIB. Di Jakarta, gerhana matahari akan terlihat 88 persen sehingga bukan gerhana matahari total tetapi gerhana matahari sebagian. Saat itu, matahari akan terlihat seperti sabit.

Sebanyak 2.500 kacamata akan dibagikan ke masyarakat secara gratis.

"Itu akan melalui teropong. Selain itu ada juga nonton live streaming, real time, proses terjadinya gerhana matahari total. Nanti akan kita berikan suvenir 600 paket," ujar Eko Wahyu Wibowo, Kasubag TU UPT Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan DKI Jakarta, seperti dikutip dari situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Jumat 4 Maret 2016.

Toleransi Antarumat Beragama

Toleransi Antarumat Beragama

Fenomena GMT juga menjadi cara Indonesia menerapkan toleransinya, karena pada saat bersamaan, berlangsung Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di Bali. Walau melakukan catur brata penyepian, umat Hindu tetap menoleransi umat Islam yang hendak melaksanakan salat gerhana.

Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Gusti Ngurah Sudiana menerangkan hal itu dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dengan MUI Bali dan Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) di Bali.

"Ini sudah kesepakatan bersama seluruh elemen terkait. Jangan sampai melanggar dan akhirnya menimbulkan polemik yang mengganggu keharmonisan di Bali," ujar Sudiana di Denpasar, Sabtu (5/3/2016).

Kesepakatan itu di antaranya adalah tidak menggunakan pengeras suara, melakukan salat gerhana di masjid terdekat, perjalanan ke masjid tidak menggunakan kendaraan bermotor, tidak bergerombol dan mengobrol sepanjang perjalanan ke masjid, tidak merokok sepanjang jalan dan berkoordinasi dengan pecalang jika hendak ke masjid.

Ilustrasi suasana perayaan Nyepi di Bali. (bali.panduanwisata.id)

Sudiana juga mengaku tidak melarang warga untuk melihat terjadinya gerhana tersebut. Tapi, dengan catatan hanya di sekitar halaman rumah.

"Bisa lihat gerhana dari halaman rumah masing-masing, silahkan saja. Itu pun kalau bisa," kata Sudiana.

Kesepakatan itu harus dihormati dan dilaksanakan dengan baik agar umat Hindu Bali tidak terganggu saat Nyepi.

Pada saat melakukan catur brata penyepian yang terdiri dari amati geni atau tidak menggunakan dan atau menghidupkan api/lampu; amati karya atau tidak bekerja; amati lelungan atau tidak bepergian dan amati lelanguan atau tidak mendengarkan hiburan.

 

*** Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar mulai pukul 06.00-09.00 WIB. Klik di sini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya