Atasi Polemik Menterinya, Jokowi Diminta Lakukan 3 Hal Ini

Presiden Jokowi diminta bertindak cepat menyelesaikan konflik yang terjadi di internal Kabinet Kerja.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 06 Mar 2016, 11:01 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2016, 11:01 WIB
20160304-Presiden Jokowi Beserta Menteri Tinjau Kesiapan OKI
Presiden Jokowi (kanan) didampingi Menko PMK Puan Maharani (tengah) dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (kedua kiri) saat meninjau persiapan KTT OKI di JCC, Jakarta, (4/3). KTT OKI digelar pada 6-7 Maret 2016.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta bertindak cepat menyelesaikan konflik yang terjadi di internal Kabinet Kerja.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Erwan Agus Purwanto menyatakan, ada 3 hal yang harus dimiliki Jokowi untuk menyelesaikan silang pendapat yang membuat gaduh sesama menterinya.

Pertama, menurut Erwan, Jokowi perlu memiliki kemampuan dalam hal manajerial. Jokowi diharapkan mampu membedakan tugas dan fungsi masing-masing kementerian, yang disesuaikan dengan regulasi dan aturan yang berlaku.

Kedua, Jokowi sebaiknya memahami bahwa dalam sistem presidensial, para menteri berada di bawah kendalinya. Dengan demikian, mantan Walikota Solo itu perlu memastikan, apakah para menteri bertindak sesuai norma dan sopan santun terhadap Presiden.

"Ada yang disebut fatsun, kepantasan. Menteri tidak setuju boleh saja, tapi bagaimana disampaikan dengan cara yang pantas. Tidak setuju juga harus disampaikan dengan elegan," ujar
Erwan Agus di diskusi 'Para Menteri Bertikai, Apa Langkah Presiden Jokowi' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 5 Maret 2016..

Sedangkan yang ketiga, Jokowi juga perlu memiliki kemampuan memimpin yang baik. Menurut Erwan, sudah saatnya Presiden menunjukan leadership, dan segera mengambil tindakan agar situasi menjadi lebih kondusif.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika kegaduhan tidak juga selesai hanya dengan peringatan, Presiden Jokowi dapat mengambil langkah tegas kepada para menteri yang bertikai. Bahkan, Presiden dapat memberikan sanksi terberat, berupa pergantian anggota kabinet.

"Harus ada ultimatum. Jika sudah ada peringatan terkahir, tetapi tidak juga ikut aturan main, berarti menteri tersebut tidak akan ikut dalam kesatuan kabinet," pungkas Erwan.

Silang pendapat ditunjukkan sejumlah menteri Kabinet Kerja. Beberapa di antaranya yaitu antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Maritim Rizal Ramli mengenai Blok Masela.

Sudirman dalam sebuah kesempatan mendukung kilang gas Masela terapung di laut. Sementara Rizal Ramli menginginkan pembangunan kilang gas di darat karena dianggap memberikan dampak ekonomi yang lebih besar. Selain itu, pembangunan kilang gas di darat biayanya lebih murah.

Silang pendapat juga terjadi antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengenai kebijakan impor beras. Amran mengatakan, selama setahun kepemimpinannya, Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Namun, Thomas Lembong justru mengatakan, pemerintah masih bernegosiasi terkait rencana impor beras dari Vietnam dan Thailand.

Terakhir, polemik terlihat antara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Marwan Jafar dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, terkait pernyataan Marwan yang meminta agar direksi Garuda Indonesia diganti karena delay dan dan mengecewakan.

Tak lama setelah pernyataan tersebut, Pramono kemudian menyindir melalui media sosial dengan mengatakan, saat ini masih ada pejabat yang minta dilayani berlebihan.

 

*** Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar pukul 06.00-09.00 WIB. Klik di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya