Menkumham Yasonna: Kejahatan Itu Produk Sosial Bukan Biologis

Menurut Menkumham Yasonna, para pelaku kejahatan tidak datang dari langit secara tiba-tiba.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 10 Mar 2016, 02:18 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2016, 02:18 WIB
20160309- Yasonna Laoly-Jakarta- Yoppy Renato
Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly mengunjungi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta, Rabu (9/3/2016). Kunjungan Menkumham tersebut untuk mengontrol peredaran narkotika di dalam Lapas. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemasyarakatan (lapas) yang saat ini ada di Indonesia dianggap sangat kurang oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly. Ia menganggap Kemenkumham sangat kekurangan penjara untuk dapat menampung orang-orang yang sudah ditangkap ataupun diadili.

Tak hanya itu, sekalipun sudah ada lapas untuk anak, hal tersebut dianggap kurang dan sangatlah tidak memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang (UU).

"Kita punya Lapas LPK Anak di Bandung yang di situ ada sekolah SMP, SMA, itu yang ideal. Menurut aturan perundang-undangan anak begitulah seharusnya. Tapi kan kita tidak punya anggaran ke situ, jauh untuk ke situ," ucap Menkumham Yasonna kepada Liputan6.com saat menggelar inspeksi mendadak atau sidak di Lapas Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (9/3/2016).

Tak hanya lapas anak yang kurang, lanjut Menkumham, lapas wanita juga lapas narkotika juga dianggap sangat kurang. Selain permasalahan kurangnya lapas, Yasonna menjelaskan jika sebenarnya kejahatan itu terjadi karena adanya kesalahan pada produk sosial masyarakat.

"Persoalannya juga sekarang adalah kejahatannya produk sosial. Dia (para pelaku kejahatan) tidak datang dari langit tiba-tiba. Saya adalah orang yang tidak mempercayai kejahatan itu karena faktor biologis. Bukan faktor biologis, sekolah saya di situ, dia adalah produk sosial, produk disintegrasi sosial. Jadi melihatnya harus berbeda," papar Yasonna.

Karena itu, tambah dia, kita juga harus menangani masalah kejahatan secara bersama-sama khususnya masalah narkoba yang sudah menjadi ancaman bagi bangsa, tetapi dengan pendekatan dan melihatnya sebagai paradigma secara komprehensif.

"Jadi tidak boleh melihat (kejahatan) sepotong-sepotong. Ya harusnya menjadi suatu gerakan bersama untuk memberantas kejahatan khususnya kejahatan narkoba," ujar Yasonna.

Paradigma harus diubah, kata dia, juga cara melihat para pelaku kejahatan itu harus diubah. Jangan semata-mata dimasukkan ke lapas lalu digojlok begitu saja.

"Itu primitif, itu zaman-zaman 200 atau 300 tahun yang lalu. Sekarang ini sudah zaman beradab. Konsepnya reintegration rehabilitation, itu konsepnya karena crime is social product, bukan biological product. Ini harus dipahami betul," Yasonna menegaskan.

Staf Gadai Tunjangan Kinerja, Menkumham Prihatin

Menkumham Yasonna juga sangat memerhatikan kesejahteraan para stafnya. Ia bahkan sangat prihatin saat mengetahui ada stafnya yang menggadaikan tunjangan kinerjanya.

"Jadi memang kita ini kalau kesejahteraan kita dibandingkan yang lain, kebetulan kami sudah punya tunjangan kinerja 75%, sudah okelah, sudah relatif lebih oke. Tapi banyak sekarang yang kita dengar itu digadaiin," ungkap Yasonna.

Yasonna mengaku kaget mengetahui ada stafnya yang menggadaikan tunjangan kinerja agar dapat bisa membeli rumah. Bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

"Agak besar juga sekaligus (uang gadainya) dapat dia bikin rumah, diangsurkan gajinya, ini persoalan juga. Karena kalau untuk kebutuhan hidup sehari-hari oke, tapi kan dia harus pikir dekat-dekat mau pensiun punya rumah juga, di Jakarta mahalnya ampun-ampun. Dia gadaikanlah beli tanah, bayar angsuran," beber Yasonna.

Namun, menurut Menkumham, tunjangan kinerja itu harus dilakukan melalui perjuangan pada peningkatan APBN.

"Tapi saya kira ditargetkan supaya tunjangan kita 3 tahun naik sampai 100%. Namun itu semua tergantung mereka-mereka kinerjanya. Kalau kinerjanya baik, transparansi keuangan, pengelolaan keuangannya baik, itu bisa dapat (naik)," ucap Yasonna.

"Secara perlahan, itu tergantung pada kemampuan APBN. Tetapi saya akan berusaha terus untuk berjuang kepada staf-staf kita yang bekerja secara sungguh-sungguh," sambungnya.

Yasonna pun mengungkapkan, selaku Menkumham, ia menerapkan sistem rewards (penghargaan) dan punishment (hukuman).

"Anda melakukan prestasi yang baik, saya hargai. Anda melakukan tidak baik, mohon maaf. Itu barangkali yang akan kita lakukan. Masih jauh dari sempurna apa yang kita lakukan ini karena memperbaiki suatu hal yang sudah sangat kompleks masalahnya. Tidak mudah mengubah sikap mental, mengubah ini tidak mudah," papar Yasonna.

Birokrasi Yasonna

Yasonna menuturkan dirinya memperkenalkan birokrasi yang baru di Kemenkumham agar para stafnya bekerja lebih semangat lagi. "Saya memperkenalkan budaya birokrasi yang baru di kita, yang kita katakan, 'Ayo kerja, kami PASTI'," kata Yasonna.

Dia menjelaskan pula, PASTI itu merupakan akronim. P itu Profesional, A itu Akuntabel, S itu Sinergi, T itu Transparan, dan I itu Inovatif.

"Profesional, akuntabel, bersinergi vertikal antarsesama staf, dan horizontal vertikal ke atas dan ke samping. Pekerjaan itu harus bersinergi, harus seperti itu dan inovatif," kata Yasonna.

Inovatif, lanjut dia, staf tersebut harus rajin masuk, kerjanya jelas, mampu menggunakan komputer, dan mampu mengembangkan diri agar dapat membuat semua sistem berjalan.

"Semua harus diterapkan secara baik. Kalau itu berjalan, mudah-mudahan semuanya juga akan. Ayo kerja kami PASTI, salam pembaharuan!" ujar Yasonna.

Petugas Lapas Minim, Kemenkumham Gandeng Polri

Selain soal kesejahteraan pegawai dan birokrasi, Menkumham Yasonna mengungkapkan pula bahwa beragam permasalahan muncul di lapas yang ada di Indonesia, khususnya Jakarta.

Salah satunya adalah jumlah penghuni narapidana (napi) yang semakin bertambah, namun tidak diiringi dengan penambahan petugas. Ia mencontohkan kondisi di Lapas Salemba dan Rutan Salemba, Jakarta Pusat.

"Tenaga kami coba bayangkan. Di Lapas Salemba (napi) 2.021 orang yang pengawalnya, pengamanannya cuma 25. Ini masih relatif baik. Di Rutan Salemba itu 3.150 (napi) petugasnya cuma 17 orang," beber Yasonna.

Yasonna mengaku antara Kemenkumham dan Polri memiliki hubungan yang sangat baik.

"Makanya, untung kita selalu punya hubungan baik dengan Polri. Jadi waktu kita butuh tambahan pengamanan Brimob akan dikirimkan ke kita. Jadi ini kerja sama yang baik dengan Polri tetap kita harus lakukan. Kalau tidak, kita tidak mampu," papar dia.

Yasonna menuturkan tahun ini Kemenkumham sudah meminta tambahan personel kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi dan Imigrasi. Sebab, Kementerian PAN-RB beserta Imigrasi merupakan pelayan publik dan memiliki fungsi yang cukup vital.

"Upaya perbaikan ke arah penambahan SDM (sumber daya manusia) sudah. Tahun ini saya sudah mengirimkan surat kepada Menpan supaya ada penambahan kami baik kepada lapas maupun Imigrasi," tutur Yasonna.

"Jadi kemungkinan 2 titik pelayanan publik itu (lapas dan imigrasi). Yang langsung lapas itu tidak hanya pelayanan publik, pengamanan dan lain-lain, kita di keimigrasian juga perlu tambahan tenaga manusia," imbuh dia.

Selain itu, Yasonna akan memperjuangkan adanya tunjangan pengawasan. Hal itu dirasanya sangat diperlukan mengingat kerja keras para sipir di Lapas yang harus mengawasi banyak napi dan tentu itu risikonya juga banyak.

"Sekarang kita sedang berpikir dan akan kita perjuangkan ini tunjangan risiko pada para pengawas, tunjangan risikonya seperti apa. Bayangkan 17 orang mengawasi 3.000-an napi, kan risiko ada. Jadi tunjangan risiko supaya mereka betul-betul melakukan tunjangan itu secara bertanggung jawab," Menkumham Yasonna menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya