Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan suap dan obstruction of justice yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memasuki babak baru. Hasto menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (14/3/2025).
Dalam sidang dakwaan Hasto, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengungkap peran Ketua DPP PDIP Yasonna Laoly dalam upaya meloloskan Harun Masiku ke DPR RI melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
Baca Juga
Kasus ini melibatkan sejumlah pihak dan rangkaian peristiwa rumit yang berujung pada dakwaan terhadap Hasto. Sekjen PDIP itu didakwa oleh KPK atas dua kasus; dugaan suap terkait Harun Masiku dan obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam kasus a quo.
Advertisement
Hasto diduga mengatur Donny Tri Istiqomah untuk melobi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengantarkan uang suap kepada Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Wahyu sendiri telah selesai menjalani masa hukuman setelah ditangkap KPK pada Januari 2020 lalu. Sementara Harun Masiku hingga kini masih belum diketahui rimbanya. Hingga kini, mantan caleg PDIP itu masih menjadi buronan KPK dalam kasus suap Wahyu Setiawan.
Peran Yasonna Laoly dalam Perkara Suap
Jaksa KPK mengungkapkan peran Yasonna Laoly dalam surat permohonan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) terkait PAW. Surat tersebut, ditandatangani oleh Hasto dan Yasonna, meminta MA memberikan fatwa agar KPU mengabulkan permohonan PDIP untuk mengganti caleg.
"Tanggal 19 Juli 2019, yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung yang ditandatangani Terdakwa selaku Sekjen PDIP dan Yasonna H Loly selaku Ketua DPP PDIP yang pada pokoknya meminta fatwa kepada Mahkamah Agung RI agar KPU RI bersedia melaksanakan amar putusan MA nomor 57P/HUM/2019," ujar Jaksa dalam amar dakwaannya, PN Jakpus, Jumat (14/3/2025).
MA pun menerbitkan surat yang menyatakan kewenangan penetapan caleg pengganti diserahkan kepada partai politik.
Menariknya, Jaksa mengungkapkan bahwa Harun Masiku berada di ruang kerja Ketua MA Hatta Ali saat fatwa tersebut diterbitkan. Keberadaan Harun Masiku di lokasi dan waktu tersebut menimbulkan spekulasi dan pertanyaan lebih lanjut mengenai kronologi dan keterlibatan berbagai pihak.
Advertisement
Kronologi Kasus Suap PAW DPR untuk Harun Masiku
Kasus bermula dari meninggalnya Nazaruddin Kiemas, caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan 1, pada Maret 2019. Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak, seharusnya menggantikannya. Namun, PDIP menginginkan Harun Masiku, yang suaranya lebih rendah, untuk menjadi anggota DPR.
Hasto kemudian memerintahkan Donny Tri Istiqomah untuk memastikan Harun Masiku masuk parlemen. "Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah serta Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU," kata jaksa. Upaya ini melibatkan serangkaian komunikasi dan lobi-lobi kepada pihak KPU.
Pada 31 Agustus 2019, Hasto bertemu Wahyu Setiawan di kantor KPU. Pertemuan tersebut membahas upaya mengganti Riezky dengan Harun Masiku. Setelahnya, Saeful Bahri berkomunikasi dengan Agustiani Tio Fridelina untuk memperlancar proses PAW, dengan pesan WhatsApp yang berujung pada persetujuan Wahyu Setiawan yang singkat, "Siap, Mainkan."
Uang Suap dan Permintaan Wahyu Setiawan
Wahyu Setiawan meminta uang sebesar Rp1 miliar untuk memperlancar proses PAW Harun Masiku. Namun, ia hanya menerima Rp800 juta, sementara Agustiani Tio Fridelina menerima Rp50 juta.
Besarnya uang suap yang diminta dan diterima menunjukkan adanya kesepakatan terselubung untuk meloloskan Harun Masiku ke DPR. Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas keberhasilan melobi dan mengganti caleg terpilih dengan Harun Masiku.
Proses pemberian uang suap ini melibatkan beberapa pihak, termasuk Hasto, Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, Agustiani Tio Fridelina, dan Wahyu Setiawan. Rangkaian peristiwa ini menunjukkan adanya dugaan perencanaan dan koordinasi yang matang dalam upaya tersebut.
Advertisement
Dakwaan Terhadap Hasto Kristiyanto
Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi dan keterlibatan dalam tindak pidana tersebut. Dakwaan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut kasus ini hingga tuntas.
Proses persidangan masih berlanjut, dan akan menjadi menarik untuk melihat bagaimana tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto membantah dakwaan tersebut dan mengungkap fakta-fakta baru dalam kasus ini. Peran Yasonna Laoly dan implikasinya terhadap kasus ini masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Strategi Hukum Tim Kuasa Hukum Hasto
Hasto Kristiyanto menyatakan komitmennya untuk menjalani proses hukum. Tim kuasa hukumnya kemungkinan akan fokus pada pembuktian kurangnya bukti yang cukup untuk mendakwa Hasto, atau adanya unsur-unsur yang meringankan.
Mereka mungkin akan mempersoalkan legalitas proses penetapan tersangka, atau bahkan menantang kredibilitas saksi dan alat bukti yang diajukan oleh JPU. Strategi yang akan mereka terapkan akan sangat menentukan jalannya persidangan selanjutnya.
Selain itu, tim kuasa hukum juga akan berupaya membantah keterlibatan Hasto dalam setiap tahapan dugaan suap, dan menjelaskan peran Hasto dalam konteks yang berbeda dari yang dituduhkan oleh KPK. Persidangan selanjutnya akan menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran.
Advertisement
