Liputan6.com, Jakarta - Samadikun Hartono belum mengambil keputusan akan mengembalikan uang negara atau tidak saat disodorkan putusan MA bernomor 1696K/PID/2002. Jika Samadikun tidak mau membayarnya, Kejaksaan Agung akan menyita aset milik terpidana kasus korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) itu.
Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk tersebut mengaku memiliki rumah mewah di Jalan Jambu, Menteng, Jakarta Pusat dan sebidang tanah di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Lalu, bagaimana jika nilai aset tersebut tidak mencapai Rp 169 miliar?
"Sebaiknya ditelusuri kembali aset-aset yang dipindahkan ke pihak ketiga," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Baca Juga
Dia yakin Samadikun masih memiliki aset selain yang disebut.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Arminsyah mengaku siap menyita aset Samadikun. Namun, penyitaan itu baru akan terlaksana bila buron BLBI selama 13 tahun itu tidak bersedia membayar uang pengganti atas putusan MA atas kasus tersebut.
Pada putusan MA, negara rugi sebesar Rp 169 miliar pada kasus pemberian BLBI ke PT Bank Modern Tbk.
Sebagai bank umum swasta nasional, PT Bank Modern Tbk mengalami saldo debet karena terjadinya rush atau penarikan tunai secara massal. Hal ini merupakan dampak dari krisis moneter 1997-1998.
Untuk menutup saldo debet tersebut, PT Bank Modern Tbk menerima bantuan likuidasi dari Bank Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasdis, dan dana talangan valas Rp 2.557.694.000.000 atau Rp 2,5 triliun.
Namun, Samadikun selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern Tbk menggunakan bantuan itu untuk tujuan yang menyimpang, yang mencapai Rp 80.742.270.528,81 atau Rp 80 miliar. Negara pun merugi hingga Rp 169.472.986.461,52 atau Rp 169 miliar.