Bersama Menko Luhut, Wamenlu AS Bahas Ketegangan di Laut China

AS ingin wilayah kaya sumber daya alam ini dalam keadaan damai.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 23 Apr 2016, 01:42 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2016, 01:42 WIB
Laut China Selatan
Cina melakukan reklamasi di pulau karang Fiery Cross di Laut Cina Selatan. (BBC)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony Blinken tengah berada di Jakarta. Di Indonesia, diplomat senior tersebut bertemu sejumlah pejabat tinggi pemerintahan. Termasuk Menkopolhukam Luhut Pandjaitan dan Wamenlu AM Fachir.

Dalam lawatan resmi ini sejumlah isu penting dibawa Blinken ke Tanah Air. Salah satunya adalah soal kondisi di Laut China Selatan.

"Saya senang bisa kembali ke Jakarta. Ini lawatan kedua saya semenjak dilantik jadi Wakil Menteri Luar Negeri," ucap Blinken dalam pertemuan terbatas dengan beberapa media di kantor kedutaan AS di Jakarta, Jumat (22/4/2016).

"Pada kunjungan hari ini saya bertemu pejabat-pejabat pemerintahan yaitu Wamenlu dan Menko Polhukam kami diskusikan kerjasama di berbagai bidang dan berbagai isu lain seperti perdagangan, investasi, keamanan, maritim, perubahan iklim, termasuk Laut China Selatan," sambung dia.

 

Menurut dia, sikap AS terhadap kondisi Laut China Selatan tak berubah. Mereka ingin wilayah kaya sumber daya alam ini dalam keadaan damai.

"AS seperti yang kalian tahu sama seperti Indonesia bukan merupakan negara pengklaim. Tapi kami ingin semua negara yang ada dalam perselisihan menyelesaikan masalah dengan cara damai bukan mengerahkan kekuatan," paparnya.

Secara khusus dia meminta, China menahan diri atas tindakan-tindakannya di Laut China Selatan. Di antaranya soal reklamasi dan kegiatan militer.

"Tindakan China bukan cuma menjadi kekhawatiran AS saja. Tetapi juga kekhawatiran negara-negara di wilayah ini termasuk Indonesia," papar Blinken.

"Oleh sebab itu harapan kami adalah China tidak melakukan tindakan reklamasi, konstruksi dan militer di perairan itu," sebutnya.

Dorongan AS kepada China, kata Blinken, didasari alasan tepat. Karena setiap negara harus menghormati prinsip pelayaran bebas di Laut China Selatan dan hukum internasional.

"Jadi harapan kami China bisa fokus pada penyelesaian malasah dengan damai. Salah satu cara yang bisa diambil adalah membawa masalah ini ke arbiterasi internasional," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya