Jokowi Minta Luhut Cari Kuburan Massal Tragedi 1965

Luhut ajak LSM yang berkecimpung di bidang HAM untuk turut membantu mencari kuburan massal korban tragedi 1965.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 25 Apr 2016, 12:34 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2016, 12:34 WIB
20160418-Simposium-Nasional-Jakarta-Faizal-Fanani
Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan memberikan paparan hadir dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Jakarta, Senin (18/4). Simposium bertujuan merekonsuliasi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan untuk mencari kuburan massal para korban pelanggaran HAM 1965. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Presiden tadi memberitahu bahwa memang disuruh cari aja kalau ada kuburan massalnya. Jadi selama ini berpuluh-puluh tahun kita selalu dicekoki bahwa sekian ratus ribu yang mati. Padahal sampai hari ini belum pernah kita menemukan satu kuburan massal," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/4/2016).

Luhut juga mengajak para lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berkecimpung di bidang HAM untuk turut membantu. Pemerintah, lanjut dia, terbuka bila ada data-data yang dapat menunjukkan kuburan massal tersebut.


Mantan Kepala Staf Presiden itu juga tidak segan untuk mendatangi lokasi kuburan massal itu jika memang ada. "Ya sudah silakan kapan dia tunjukin, kamu sampaikan dari Menko Polhukam, kapan saya pergi dengan dia," tandas Luhut.

Pekan lalu, digelar Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 sebagai langkah serius untuk menangani masalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Banyak yang sepakat untuk rekonsiliasi atau damai daripada melakukan langkah yudisial. Dalam rekonsiliasi nanti akan dilakukan rehabilitasi nama atau pemulihan nama baik.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, dalam proses rehabilitasi tersebut harus dilakukan dua bagian. Di mana salah satu bagian adalah merehabilitasi nama Presiden pertama RI Soekarno, selain merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada para korban.

"Rehabilitasi harus dilakukan, terutama bagi Presiden Soekarno," ujar Asvi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya