Jenderal Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan lahir di Tapanuli, Sumatera Utara pada 28 September 1947. Saat ini ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia saat ini. Sebelumnya ia menduduki posisi sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia yang pertama pada 2014, hingga Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai Menkopolhukam, menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.
Masa Kecil
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan bukanlah orang asing di Kepulauan Riau. Sejak usia 3 tahun, Luhut sudah dibawa orang tuanya di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru. Saat itu, orang tua Luhut bekerja di PT Caltex (Chevron). Selama di Pekanbaru, Luhut mengeyam pendidikan dari SD hingga SMA.
"Barulah kemudian dibawa orang tua pindah ke Bandung. Artinya saya ke Riau itu seperti pulang kampung," kata Luhut di Riau.
Luhut menceritakan ketika kecil ia sangat akrab dengan Sungai Siak. Dari sungai inilah dirinya kemudian menjadi atlet renang yang bertanding di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat.
"Saya belajar berenang di Sungai Siak. Saat itu airnya masih jernih, masih bisa diminum. Kalau sekarang, sungainya sudah berubah," ujar Luhut mengenang masa kecilnya.
Selama hidup di Pekanbaru, Luhut menyebut Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman merupakan teman kecilnya. Keduanya sering bermain bersama.
"Teman saya dulu Pak Andi (panggilan akrab Plt Gubernur Riau). Kami sama-sama tinggal di Kecamatan Rumbai," ujar lulusan terbaik dari Akademi Militer Nasional angkatan tahun 1970 itu.
Luhut menyebut dirinya lebih fasih menggunakan bahasa Minang dibanding bahasa Batak.
"Bahasa Batak baru saya pelajari saat di Bandung. Selama di Pekanbaru, saya menggunakan bahasa Melayu dan Minang," kata politikus Golkar yang pernah menjabat Komandan Grup 3 Sandhi Yudha Kopassus itu.
Karir Militer
Luhut merintis karier di dunia politik setelah lama bergelut di dunia militer. Dia adalah lulusan terbaik dari Akademi Militer angkatan 1970. Karier militernya banyak dihabiskan di lingkungan Kopassus TNI AD.
Di kalangan militer, Luhut dikenal sebagai Komandan pertama Detasemen 81. Bapak 4 anak ini pernah menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada masa pemerintahan Gus Dur.
Menjadi Menkopolhukam
Jenderal Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan resmi menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Luhut menggantikan Laksamana TNI Purnawirawan Tedjo Edhy Purdijatno. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan Luhut untuk meneruskan program-program Menko Polhukam sebelumnya.
Luhut menyatakan, hal utama yang akan ia lakukan sebagai Menko Polhukam adalah menjaga stabilitas keamanan dan ekonomi Indonesia. Hal itu, akan menjadi kunci keberhasilan pemerintahan Indonesia.
"Yang pertama saya ingin lakukan dari kantor ini (Kemenko Polhukam), bagaimana mengkoordinasikan stabilitas keamanan itu dengan ekonomi. Karena itu menurut saya kunci," ujar Luhut usai serah terima jabatan di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta.
Hal itu, kata Luhut, juga berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo. Di mana yang menjadi perhatian utama Indonesia saat ini adalah stabilitas ekonomi, termasuk kebutuhan pangan.
Luhut di Drama 'Papa Minta Saham'
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Luhut hadir untuk diperiksa dalam sidang etik kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Luhut tiba di ruang sidang MKD, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/12/2015) sekitar pukul 12.57 WIB. Dia ditemani Wakil Ketua Umum Golkar hasil Munas Ancol Yorrys Raweyai dan langsung masuk ke ruang tunggu tanpa memberikan pernyataan ke awak media soal sidang 'Papa Minta Saham' tersebut.
Menurut Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, keterangan Luhut dibutuhkan karena namanya disebut-sebut sebanyak 66 kali dalam rekaman percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Simposium Tragedi 1965 Hingga Isu Kebangkitan PKI
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan memastikan simposium tragedi 1965 bukan untuk menghidupkan kembali paham Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Banyak reaksi yang menyebut acara simposium ini dipengaruhi oleh PKI. Tapi saya katakan sekali lagi, ini sangat jernih melihat ini. Kita ini bangsa besar, kita harus jernih melihat masa lalu kita," ujar Luhut di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.
Simposium yang diadakan Kementerian Politik Hukum dan Keamananan ini mengangkat tema "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan". Acara ini diadakan pada 18-19 April 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.
Luhut mengatakan, simposium ini perlu dilakukan agar pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia segera dituntaskan.
Pemerintah telah mengadakan simposium terkait korban tragedi 1965. Namun, hal itu dinilai tak cukup. Alhasil, acara tandingan rencananya akan diadakan pada 1 dan 2 Juni 2016 mendatang. Terkait hal itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, acara tersebut bukanlah simposium tandingan.
"Enggak ada tandingan-tandingan. Bagus-bagus saja, biar tambah baik," ucap Luhut di Jakarta.
Menurut Luhut, hal itu tidak menjadi masalah. Justru, simposium tersebut akan menjadi masukan, untuk menangani masalah korban tragedi 1965. Di mana mayoritas korbannya adalah orang-orang yang dicap Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Enggak ada masalah (simposium tragedi 1965 tandingan). Biar makin banyak masukan, biar selesainya masalah HAM-nya," tutur Luhut.
Nama Luhut di Kasus 'Panama Papers'
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dibuat pusing dengan munculnya nama beberapa perusahaan yang masuk radar Panama Papers. Luhut pun angkat bicara dan memastikan tidak ada satupun perusahaan miliknya yang tidak membayar pajak apalagi masuk Panama Papers.
Luhut menjelaskan, Mayfair International yang disebut masuk dalam Panama Papers bukanlah perusahaan miliknya. Selama menjalankan usaha, dia tidak pernah mendirikan bahkan mendengar nama perusahaan itu yang disebut telah ada sejak 2006.
"2006 itu saya belum memiliki uang, jadi untuk apa saya mendirikan perusahaan cangkang seperti itu," jelas Luhut di Kantor Menko Polhukam, Jakarta.
Dia curiga perusahaan itu didirikan tanpa sepengetahuannya karena untuk mendirikan perusahaan cangkang tidak perlu tanda tangannya. Selain itu, alamat yang digunakan dalam data pun salah. Begitu pula dengan anak perusahaanya Buana Inti Energi.
Berita Terbaru
KPU Tetapkan Pramono-Rano Menang di Jakarta Utara, Raih 328.486 Suara Sah
Inilah 5 Misteri Dunia yang Sudah Terungkap
Edarkan 405 Butir Pil Koplo, Anak Punk di Bandar Lampung Dicokok Polisi
2025 Bakal Jadi Awal Lahirnya Generasi Beta, Ini Pengelompokan Generasi dari The Builders
Baca Ini 4 Menit Bisa Diampuni Dosanya meski Lebih Besar dari Laut, Penjelasan Syekh Ali Jaber
Kemensos Siap Tampung Pelaku Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Cilandak Jaksel
Pelaku Penipuan Pembelian Biji Kopi dan Lada Rp10,36 M di Lampung Ditangkap di Cimahi
Teleskop JWST Berhasil Ungkap Misteri Galaksi Sombrero
Link Live Streaming LaLiga Real Mallorca vs Barcelona di Vidio, Sebentar Lagi Mulai
Sentilan Gus Baha, Yang Menjaga Islam Itu Bukan NU atau Muhammadiyah, Lalu Siapa Gus?
Cara Membangun Mental Kuat, Kebiasaan yang Harus Anda Miliki Setiap Hari untuk Hasil Maksimal
Cara Alami Menurunkan Kolesterol dan Tekanan Darah Tinggi, Racikan Jamu Serai Tradisional Mudah dan Segar