Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengungkapkan akar masalah guru honorer tak diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Yakni, karena jumlah guru terlalu banyak, sementara pertumbuhan siswa didik tak sebanyak itu.
Pada 2000, ada 84 ribu guru honorer di Tanah Air. Sementara berdasarkan data 2015, jumlah guru meningkat 860 persen menjadi 820 ribu orang.
"Jumlah honorer kita tahun 2000 itu 84 ribu. Di 2015, 820 ribu. Meningkat 860 persen," ujar Anies di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2016).
"Sementara jumlah siswanya meningkat hanya 17 persen dan guru PNS hanya 23 persen," sambung mantan rektor Universitas Paramadina itu.
Anies membandingkan jumlah guru dengan siswa sekolah dasar (SD) di Indonesia dengan negara maju, seperti Korea dan Jepang. Satu guru PNS di SD mengajar 21 siswa, dan satu guru honorer mengajar 14 siswa.
Baca Juga
"Rasio guru dan siswa SD hari ini dalam kasus PNS saja, satu guru untuk 21 siswa, yang honorer satu guru untuk 14 siswa. Di Korea satu guru untuk 30 siswa, di Jepang satu guru untuk 26 siswa," kata dia.
Anies menyebutkan, meledaknya jumlah tenaga honorer dari tahun ke tahun, disebabkan proses rekrutmen sekolah yang tidak bertanggung jawab.
Institusi tersebut, kata dia, tak berpikir panjang, sebelum merekrut tenaga honorer. Sehingga berimbas ketidakjelasan status kepegawaian pengajar.
"Jika institusi atau pribadi melakukan kontrak-kontrak honorer, itu harus diperhitungkan, bisa jadi pegawai tetap atau tidak?" kata Anies.