Liputan6.com, Jakarta - Jakarta - 8 tahun lalu, hampir setiap rumah warga di Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat punya anak panah beracun. Senjata mematikan itu disiapkan untuk berjaga-jaga saat terdengar kabar penggusuran.
Kawasan Meruya Selatan dalam sejarahnya sangat melekat dengan sengketa konflik tanah yang berkepanjangan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT Portanigra dan warga setempat yang tak kunjung usai.
"Sekarang sudah gak ada lagi Anak Panah, udah ganti dengan ratusan lembar fotokopi surat bukti-bukti," ujar Rudi Ketua RT 005/006 pada Liputan6.com, Selasa (3/5/2016).
Baca Juga
Rudi menceritakan pengalamannya saat Meruya Selatan memanas. Ayah Rudi yang juga ketua RT dahulunya mengumpulkan warga yang sudah punya senjata tajam di tangan mereka masing-masing, lalu mereka menitipkan ratusan anak panah beracun.
Kini, Rudi dan warga lainnya tak lagi mengasah golok, meraut panah. Mereka malah rapat, berkumpul dan membuat gerakan dengan 10 orang pengurus intinya.
"Sekarang gak zaman lagi, kita negara hukum, kami sudah jelas menang di pengadilan, mereka mau eksekusi apa?," kata Rudi.
Jika dahulu Rudi membagi-bagikan anak panah beracun pada teman-temannya sesama warga Meruya Selatan, hari ini Rudi sudah jadi ketua RT.
Ia tak lagi membagi-bagikan senjata, tapi membagikan bahan-bahan copy-an putusan pengadilan, surat menyurat pemerintah, dan kronologis sengketa tanah 44 Hektar lebih selama 40 tahun, versi warga.
"Dulu panah numpuk di rumah, sekarang fotocopy-an numpuk. Tiap ada yang nanya, saya kasih satu rekap, ada lagi yang nanya kasih satu rekap, kalau untuk warga saya, mereka wajib punya biar satu suara," kata Rudi.
Kini Meruya Selatan kembali bergejolak, pasalnya pada Akhir Maret 2016 puluhan orang didampingi ratusan aparat kepolisian, tentara dan petugas pengadilan mengeksekusi rumah yang ditempati warga.
"Gak ada omongan apa-apa dari lurah, camat, juga mereka (orang yang mengeksekusi) gak ngomong apa-apa, main nyelong, tempel patok dan stiker eksekusi," geram Rudi.
Plang dan stiker itu bertuliskan "Tanah Milik PT Portanigra, Sesuai Ketetapan PN No 10 Tahun 2016". Warga kaget dan takut, sebab saat menempelkan plang itu juga didampingi polisi dan petugas pemerintahan berseragam coklat.
Advertisement