Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung memprotes kebijakan setoran wajib sebesar Rp 1 miliar, yang dibebankan kepada calon ketua umum Partai Golkar. Kebijakan itu dianggap tidak memiliki alasan yang kuat.
"Alasannya apa? Tidak jelas, saya tidak setuju ada kontribusi. Kalau memang partai tidak punya kemampuan ya kenapa tidak dicari di tempat lain? Kenapa harus di Bali. Banyak tempat yang bisa digunakan," ujar Akbar dalam sebuah‎ diskusi bertajuk 'Akhirnya Golkar Bisa Gelar Munaslub' di Menteng, Jakarta, Sabtu (7/5/2016).
Baca Juga
Akbar menilai, jika Golkar kesulitan dalam soal pembiayaan di Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), panitia baiknya meminta kontribusi dari seluruh kader Partai Golkar. Tidak hanya setoran wajib kepada para calon ketua umum.
Advertisement
Â
Baca Juga
"Kenapa tidak dibuka kesempatan, diajak seluruh stakeholder partai untuk memberikan dukungan, sumbangan, termasuk juga dari dewan pertimbangan (Wantim). Kalau diminta pun, Wantim kami bisa. Kami urunan," ucap Akbar.
Dia menganggap setoran wajib itu dapat menyuburkan praktik politik uang, yang dikhawatirkan akan diikuti para pengurus Golkar di tingkat daerah.
"Itu kan akan pengaruhi citra partai, bisa jadi preseden. Kalau di pusat Rp 1 miliar, di tingkat I bisa Rp 500 juta, di tingkat II bisa nanti Rp 250 juta, di kecamatan bisa Rp 150 juta, nanti semua peristiwa politik Partai Golkar nuansa uang, uang, uang terus nanti," ucap Akbar.
Selain menumbuhkan budaya politik uang, setoran wajib Rp 1 miliar itu juga dikhawatirkan akan membuat masyarakat ragu terhadap tujuan dan cita-cita Partai Golkar.
"Akhirnya nanti ada pertanyaan, apakah parpol ini memperjuangkan gagasan, cita-cita, ide-ide bagi kepentingan masyarakat, negara atau organisasi yang bicara tentang uang terus," ujar Akbar Tanjung.