Akhir Perjalanan 'Burung' Aceh Si Pembawa Sabu

Burung adalah istilah untuk kurir yang memasukan sabu ke dalam anus mereka dan mengeluarkannya setelah sampai di lokasi penerima.

oleh Audrey Santoso diperbarui 24 Mei 2016, 07:02 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 07:02 WIB
Pembawa Sabu
Burung adalah istilah untuk kurir yang memasukan sabu ke dalam anus mereka dan mengeluarkannya setelah sampai di lokasi penerima.

Liputan6.com, Jakarta Polda Metro Jaya membongkar sindikat sabu Malaysia-Indonesia yang menggunakan jasa 'burung'. Burung adalah istilah untuk kurir yang memasukkan sabu ke dalam anus mereka dan mengeluarkannya setelah sampai di lokasi penerima. Untuk bisa masuk ke dalam anus, sabu tersebut dikemas bulat seperti telur dengan plastik bening.

Setelah itu, sabu dibungkus lagi dengan kondom kemudian dibungkus lagi dengan lakban hitam. Permukaan kemasan diolesi baby oil agar licin dan mudah keluar masuk anus si 'burung'. Istilah 'burung' populer di kalangan sindikat narkoba Aceh.

"Mereka itu dipanggil burung, yaitu orang yang terbang bawa ini sabu dalam bungkus bulat. Sampai di tempatnya, dia bertelur, terus pulang. Itu burung sebutannya, istilah orang-orang di Aceh sana. Sabunya diibaratin telur," ujar Kasubdit II Direktorat Reserse Narkoba AKBP Gembong Yudha ketika berbincang dengan Liputan6.com di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 23 Mei 2016.

"Jadi pertama (sabu) dibungkus plastik, dibungkus lagi pakai kondom, baru dilakban hitam, baru dioles pakai baby oil dan dimasukkan ke dubur," sambung Gembong.

 

Gembong berujar, tiga 'burung' yang tertangkap di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, diketahui pergi ke Kuala Lumpur dengan kapal lau untuk mengambil telur sabu atas perintah warga Aceh yang tinggal di sana. Sesampainya di sana, para 'burung' disuruh membawa dua telur sabu yang masing-masing beratnya 1 ons.

"Ada orang Aceh tiga orang inisialnya SUD, MJ dan SB, dapat perintah dari orang Aceh di Malaysia untuk masukkan barang dari Malaysia ke Indonesia. Kemudian mereka berangkat via Batam ke Malaysia, di sana langsung sudah dikasih barang," ungkap Gembong.

Setelah itu mereka diterbangkan dengan maskapai Garuda Indonesia ke Jakarta untuk selanjutnya terbang ke kota tempat pemesan telur sabu berada.

"Dia berangkat lewat jalur laut, pulangnya naik pesawat Garuda. Satu orang masing-masing bawa dua bungkus, satu bungkus beratnya 1 ons. Ada yang gemuk bawa 2,5 ons," jelas Gembong.

"Jadi total sabu yang dibawa 650 gram dibagi tiga orang," tambah Gembong.

Gembong menjelaskan jalur udara dipilih para sindikat dibanding jalur laut. Pasalnya, perjalanan laut akan memakan waktu lama dan para burung tak bisa bertahan lama dengan telur sabu di anus mereka. Keterbatasan deteksi alat pemindai di bandar udara pun menjadi salah satu faktor pertimbangan mereka.

"Kan tidak ada X-Ray yang untuk tubuh kan (di bandara). X-ray kan untuk barang, lagi pula baru adanya pemindai logam," ucap Gembong.

Burung Gagal Bertelur

Masih kata Gembong, berdasarkan hasil pemeriksaan, dua burung yaitu SUD dan MJ diperintahkan mengeluarkan telur di Palembang. Sementara SB diperintahkan bertelur di Aceh. Baik SUD dan MJ sudah empat kali menjadi burung sabu, sementara bagi SB ini adalah kali pertamanya.

Kepada penyidik, lanjut Gembong, ketiganya bercerita awal menjadi burung karena ditawari pekerjaan oleh teman-temannya, dan akhirnya mereka diterima si bos di Malaysia.

"Sabu ini dipasarkan di wilayah Medan dan Aceh," tutur Gembong.

Mantan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat ini menceritakan detik-detik penangkapan ketiga kurir di Bandara Soekarno Hatta pada Rabu, 20 Mei 2016. Saat mereka mendarat, salah satu dari tiga 'burung' terlihat gelisah dan bergerak-gerik mencurigakan.

"Mereka turun di Soekarno-Hatta dan salah satunya terlihat sekali orangnya gelisah karena perut mereka sudah sakit. Yang gelisah itu SUD, karena mungkin badannya besar dan sabu yang dibawanya lebih banyak dari kurir yang lain," pungkas Gembong.

Petugas keamanan bandara lalu berhasil mengamankan dua 'burung' dan melakukan rontgen terhadap tubuh mereka. Berdasarkan paparan sinar X, diketahui ada benda mencurigakan di bagian pencernaan sekitar kandung kemih yang diduga narkoba.

"Kita paksa keluarkan dan ketemu 4,5 ons," ujar Gembong.

Sesudah terbukti dua orang tersebut kurir, polisi mendapat keterangan dari mereka bahwa seorang kurir lagi, SB, akan melanjutkan penerbangan ke Banda Aceh menggunakan maskapai lain di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Tim reserse narkoba bergerak cepat dan berhasil meringkus SB.

"Yang satu kita lacak ada di Bandara Halim, lalu kita tangkap lagi. Dia bilang ke Banda Aceh. Saya ikut langsung ke Banda Aceh," tegas dia.

Napi Pengendali Burung


Tiba di Banda Aceh, aparat Subdit II mendapati pemesan sabu di Aceh dan Palembang adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) kota setempat. Gembong bertutur fakta tersebut ditemukan usai aparat melacak nomor ponsel dan alamat pengiriman sabu.

Di Aceh, penerima berada di Lapas Sigli, Kabupaten Pidi, Aceh. Sementara di Palembang, petugas berhasil mengamankan satu penerima yang bekerja untuk napi di salah satu lapas. Dengan terdeteksinya para pengendali, Gembong berharap penyidikan kasus 'burung' Aceh ini bisa bermuara pada pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Kita sudah rencanakan minggu depan akan ambil semua pengendali dari Lapas. Identitasnya sudah lengkap. Kita akan kenakan TPPU kalau ada aliran dananya," tutup Gembong.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya