Muhammadiyah Minta Pansus Panggil PPATK soal Aliran Dana Densus

Selain untuk menelusuri aliran dana, keterangan PPATK juga dapat menemukan masalah lain dalam penanganan kasus terorisme.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 02 Jun 2016, 09:46 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2016, 09:46 WIB
20160509- Pasukan Anti-Terorisme ASEAN Serbu Markas Teroris-Reuters- Edgar Su
Pasukan Khusus anti- terorisme memasuki gedung yang dikuasi teroris saat latihan bersama di Singapura, Senin (9/5). Latihan ini diikuti oleh negara ASEAN serta Australia, China, Jepang, India, Korsel, Selandia Baru, Rusia dan AS. (Reuters/ Edgar Su)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah meminta Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, untuk memanggil Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemuda Muhammadiyah menilai, keterangan PPATK sangat penting karena mengetahui aliran dana dari Densus 88 dalam menangani aksi terorisme.

Hal ini disampaikan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Pansus revisi UU Terorisme dengan tokoh agama di Nusantara I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.

Tokoh agama yang hadir dalam rapat tersebut adalah Pemuda Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), dan Gerakan Pemuda Anshor. Kemudian ada pula Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu, Persatuan Gereja-Gereja Indonesia, Parasada Hindu Dharma Indonesia, dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia.

"Saya kira PPATK perlu didengar, termasuk untuk mengetahui dugaan adanya aliran-aliran ke aparat," kata Dahnil.

Menurut Dahnil, keterangan yang dimiliki PPATK sangat penting diketahui Pansus. Selain untuk menelusuri aliran dana, keterangan PPATK juga dapat menemukan masalah lain dalam penanganan kasus terorisme.

Dahnil mencontohkan tentang kasus terduga teroris Siyono yang meninggal. Ia menyebut, Muhammadiyah menemukan adanya aliran dana senilai Rp 100 juta dari Komandan Densus 88 ke keluarga Siyono, yang kemudian diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya pikir ada potensi gratifikasi di situ," ujar Dahnil.

Selain itu, Dahnil menilai Pansus UU Terorisme juga perlu mendengarkan keterangan PPATK terkait dugaan adanya kepentingan negara lain dalam isu teroris di Tanah Air.‎ Ia menduga isu terorisme ini salah satu penyebab investasi di Indonesia terganggu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya