Wakil Ketua Komisi II: DPR Tidak Jegal Ahok, tapi KPU

Menurut Lukman Edy, banyak pasal yang memberatkan calon independen justru datang dari KPU melalui PKPU.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 11 Jun 2016, 13:08 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2016, 13:08 WIB
20160414-Bahas Pilkada, Komisi II DPR dan MK Gelar Pertemuan-Jakarta
Ketua MK Arief Hidayat bersama Hakim Konstitusi saat pertemuan konsultasi dengan Komisi II DPR RI di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/4). Pertemuan itu membahas RUU Pilkada serta evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak 2015 (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Usai disahkannya Undang-Undang Pilkada, banyak publik yang menuding DPR ingin menjegal calon petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017. Sebab, banyak pasal baru yang membebani calon independen.

Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy justru menuding pihak yang menjegal Ahok sebenarnya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lukman mengklaim ada dua alasan yang mendasari pernyataannya.

‎"Saya bilang yang jegal Ahok itu bukan DPR, yang jegal Ahok itu KPU. Pertama, verifikasi faktual itu 100 persen kami sadur dari PKPU Nomor 5. Kami masukkan normanya. Itu diusulkan KPU," kata Lukman, dalam diskusi Pertarungan Politik Pilkada, di Jakarta, Sabtu (11/6/2016).

Batas waktu verifikasi faktual dukungan calon perseorangan hanya tiga hari. Pada aturan sebelumnya, lama waktu verifikasi mencapai 14 hari.

Alasan kedua, kata Lukman, terkait dengan pengumpulan formulir. KPU meminta agar formulir dukungan sesuai format lembaga tersebut. Sementara, formulir dukungan yang dikumpulkan memiliki foto bergambar wajah Ahok.

"KPU mengatakan formulir yang harus dikumpulkan adalah formulir sesuai KPU. Teman Ahok pasti akan bikin formulir ulang, karena semuanya pakai kop surat TemanAhok. Padahal di KPU tidak ada kop surat TemanAhok. Jadi tidak benar kita dituduh menjegal Ahok. Ahok itu teman kita juga," papar politikus PKB itu.

Pernyataan Lukman ini buru-buru di bantah Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno. Menurut dia, posisi komisinya hanya sebagai wasit, tanpa terjebak dalam kepentingan politik.

"Fitnah itu dosa, apalagi di bulan Ramadan. Tidak mungkin KPU melakukan penjegalan. Yang punya kepentingan perebutan kekuasaan itu bukan KPU. KPU itu wasit," tutur Sumarno.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya