Liputan6.com, Jakarta - Penasihat hukum terdakwa kasus kopi sianida Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengabaikan 3 benda yang berkaitan dengan es kopi Vietnam.
Ketiga benda tersebut adalah sisa air panas dalam teko yang dicampurkan ke kopi yang diminum korban Wayan Mirna Salihin, sedotan yang berada di gelas kopi, dan kopi pembanding.
Otto menyayangkan ketiga benda tersebut dilupakan aparat kepolisian dan JPU sebagai alat bukti. Menurut analisisnya, ketiga benda tersebut berkontribusi memperjelas kasus pembunuhan Mirna.
Advertisement
"Kami (pihak Jessica) kecewa karena pertama, jaksa tidak menyita air yang ada di dalam teko. Padahal asalnya air itu semuanya kan dari teko. Jadi di mana-mana kalau kita cari asal usulnya, kalau sisa air itu tidak disita dan diperiksa, kita tidak bisa tahu sebenarnya secara sempurna dari mana asalnya sianida itu kalau ada," kata Otto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).
Otto berspekulasi, bisa saja air dalam teko tersebut yang mengantarkan sianida ke dalam kopi Mirna. Karena air dalam teko tak disita sedari awal penyelidikan oleh pihak berwajib, Otto tak dapat membuktikan spekulasinya benar atau tidak.
"Mestinya sisa air di dalam teko itu harus diperiksa. Nah sekarang itu enggak diperiksa katanya dan tidak disita. Jadi bagaimana kita menentukan adanya sianida?" ujar Otto.
Ia lalu membahas masalah kopi pembanding yang tak hadir di persidangan. Pertanyaan Otto, kopi pembanding hadir di berkas perkara kasus kliennya yang dibuat kepolisian, tapi ternyata tak dihadirkan di ruang sidang.
"Ternyata tadi setelah kita dengar, barang buktinya tidak ada, tidak disampaikan barang bukti tersebut," Otto menjelaskan.
Ketiga, masalah sedotan yang ada di dalam gelas kopi sianida yang hilang. Otto menyayangkan tiadanya sedotan tersebut karena sedotan dapat menjadi barang bukti yang dapat dieksplorasi sedemikian rupa oleh polisi dalam rangka mengungkap fakta-fakta kematian Mirna.
"Nah yang lebih aneh lagi sebenarnya pipetnya (sedotan) ke mana? Padahal kan ini unsur penting, dibicarakan (oleh hakim dan JPU) ada pipet. Tapi kok enggak disita? Tadi saya tanya kepada jaksa kan di mana itu, tapi enggak ada," ungkap Otto.
Kesimpulannya, lanjut Otto, jalannya persidangan Jessica Wongso cacat prosedur, karena tidak semua barang bukti yang melekat di alat kejahatan diserahkan polisi kepada JPU.
"Kuncinya waktu diserahkan polisi itu semua barang bukti termasuk tersangka itu diserahkan semua kepada jaksa. Pasti ada berita acaranya," Otto memungkas.
Jawaban Jaksa
JPU Ardito Muwardi mengakui aparat kepolisian tak menjadikan sedotan sebagai barang bukti dalam kasus Kopi Mirna. Sebab sedotan itu tak ditemukan polisi saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
"Awalnya kami iya (harus ketemu). Tapi setelah mempelajari keterangan ahli dalam BAP, enggak ada urgensi sedotan itu. Kami juga awalnya sama. Curious ada apa dengan sedotan?" ucap Ardito.
Mengenai kopi pembanding, Ardito mengaku pihaknya sudah menerima dari kepolisian dan keberadaan kopi pembanding tersebut saat ini di laboratorium bersama organ tubuh Mirna. Ardito mengatakan akan membawa kopi pembanding pada sidang hari ini.
"Oh itu kopi pembanding. Kopi pembanding itu setahu saya ada di lab. Setelah dipulangi, saya titipkan di lab. Karena kan ada organ ya, yang kalau mau kami simpan, kan bau," tutur Ardito.
Dan terakhir, adalah soal sampel air dalam teko yang tak dijadikan barang bukti. Ardito berkata tak ada gunanya air dijadikan objek analisa hukum setelah membaca keterangan ahli.
"Menurut kami, air itu juga punya spesifikasi dan kualitas pembuktian. Tapi tak perlu jadi barbuk (barang bukti). Cukup tekonya saja," Ardito menandaskan.
Advertisement