Cerita Dilema TNI Latih Gloria di Paskibraka

Pelatih Gloria yang merupakan prajurit TNI merasa berat melepas Gloria.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Agu 2016, 20:54 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2016, 20:54 WIB
20160818-Presiden Joko Widodo Silaturahmi dengan Teladan Nasional
Anggota Paskibraka 2016, Gloria Natapradja saat menghadiri acara silaturahmi Presiden dengan Teladan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8).(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo yang akhirnya mengizinkan Gloria Natapradja Hummel kembali bergabung dalam Tim Paskibraka.

Gatot mengatakan, di balik keputusan tersebut, anggotanya yang menjadi tim pelatih Paskibraka sempat 'panas' dan adu pendapat dengan para anggota TNI lainnya. Sebab, saat itu, sebagian pihak menganggap Gloria telah menjadi warga Prancis.

"Setelah dicek, ternyata ditemukan (kewarganegaraan ganda Gloria). Yang protes untuk tak boleh ikut adalah TNI juga," ucap Jenderal Gatot di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/8/2016).

Munculnya pro dan kontra, membuat para pelatih di tim Paskibraka, yang seluruhnya merupakan anggota TNI menjadi dilema. Antara tetap mempertahankan Gloria di tim Paskibraka, atau harus rela melepas kepergian anak didiknya itu.

"Karena pelatih-pelatihnya sudah seperti anak sendiri. Jadi TNI dengan TNI ribut, adu pendapat, dan lapor kepada saya. Yang jelas kita pada dilema. Karena undang-undang mengatakan begitu," Gatot menambahkan.

Dia pun menerangkan, keputusan untuk menarik Gloria dari tim Paskibkara merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016, yang mengatakan bahwa apabila warga negara Indonesia (WNI) menikah dengan warga negara asing (WNA), maka anaknya memiliki kewarganegaraan ganda.

"Itu pasal selanjutnya mengatakan, apabila anak tersebut lahir sebelum undang-undang ini digunakan, maka diberi kesempatan selama empat tahun untuk mendaftarkan ke kementerian atau petugas sebagai warga Indonesia. Gloria tak mendaftarkan ini," Gatot membeberkan.

Dengan begitu, Gloria pun akhirnya memiliki kewarganegaraan ganda hingga nantinya dia berhak memilih salah satunya saat memasuki usia ke 18 tahun.

"Kemudian undang-undang yang tadi ada pasal yang katakan, apabila memiliki tanda dua kewarganegaraan, bisa paspor atau lainnya, maka otomatis kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia hilang. Dan adik kita ini memiliki paspor (Prancis)," Gatot menjelaskan.

Selesai di Tangan Jokowi

Merujuk pada undang-undang yang ada, maka dengan sangat terpaksa Gloria harus melepaskan keanggotaan Paskibraka yang diidam-idamkannya itu. Masih dalam situasi yang sama, sejumlah anggota TNI tetap sulit menerima keputusan itu.

Namun ternyata, takdir berkata lain. Kasus itu sampai  juga ke telinga Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Gloria akhirnya diizinkan bergabung di tim Paskibraka. Tak hanya itu, gadis blasteran Sunda-Prancis itu bahkan diundang dalam jamuan makan siang bersama Jokowi dan para tamu negara.

"Nah, Presiden kita ini sangat bijak. Sebagai tamu kehormatan, kemudian pada saat penurunan bendera juga seperti Paskibraka juga, (Gloria) dengan seragam Paskibraka sebagai Gordon, sebagai pengawal Presiden," kata dia.

Dari situ, sejumlah anggota TNI yang tadinya menentang keputusan penghapusan Gloria sebagai anggota Paskibraka HUT ke-71 RI, merasa lega dan senang. Mereka mengapresiasi sikap Presiden yang menurut mereka, telah merangkul perasaan anak-anak Indonesia.

"Jadi aturan tak dihilangkan, dia juga tetap jadi Paskibraka sebagai Gordon dan semuanya happy. Saya juga tenang juga kan," Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memungkasi penjelasannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya