Patah Hati, Bunuh Diri, dan Tangisan Jessica Wongso

Raut wajah Jessica Kumala Wongso tak seperti pada sidang biasanya. Tidak tenang dan lebih banyak menunduk.

oleh Nafiysul QodarAudrey Santoso diperbarui 19 Agu 2016, 11:09 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2016, 11:09 WIB
Jessica Wongso
Jessica Kumala Wongso. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Raut wajah Jessica Kumala Wongso tak seperti pada sidang biasanya. Tidak tenang dan lebih banyak menunduk.

Bukan tanpa sebab. Kisah kasih masa lalu Jessica terungkap dalam sidang ke-13 yang digelar di Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis 18 Agustus 2016.

Adalah ahli psikiatri forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Natalia Widiasih Raharjanti yang membeberkan sejumlah catatan psikologi yang dimiliki Jessica. Ia juga mengungkap hasil pemeriksaan teman-teman terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin itu saat berada di Australia.

Dalam keterangannya, Natalia membeberkan adanya perubahan kepribadian Jessica. Perubahan terjadi setelah Jessica patah hati karena putus dengan pacarnya di Australia.

Dari data kepolisian Australia yang dipelajarinya, ada perubahan terhadap kepribadian Jessica Wongso pada Januari 2015. Saat itu Jessica baru saja putus dengan pacarnya.

"Kalau kita pelajari dari pola relasi, transkrip SMS dan e-mail, memang perubahan pada Januari, setelah (Jessica) putus (dengan pacarnya). Sebelumnya, semua rekan kerjanya bilang Jessica sangat baik, ramah pada orang lain, tak pernah lihat ada yang salah. Baru kaget pas (Jessica) masuk rumah sakit, marah, (ini) ada hubungannya dengan putus pacar," beber Natalia.

Ia menjelaskan, Jessica masuk rumah sakit karena melakukan percobaan bunuh diri. "Kami melihat rekaman CCTV saat dia (Jessica) mau masuk Rumah Sakit Royal Prince Alfred. Dia mengancam mau bunuh diri. Saat itu Jessica terlihat kontak seseorang, siapa itu yang kami ingin tahu. Kami kemudian ketemu Kristie. Dia adalah atasannya," kata Natalia.

Kepada Natalia, Kristie Louise Carter bercerita bahwa Jessica adalah orang yang profesional dalam hal pekerjaan, tapi Jessica sangat tertutup.

Dari keterangan Kristie kepada Natalia dan penyidik Polda Metro Jaya saat di Australia, hidup Jessica mulai kacau ketika hubungannya dan Patrick bermasalah pada Januari sampai September 2015. "Kristie menceritakan Jessica adalah orang yang tertutup. Kami juga diperlihatkan hasil kerjanya, hasilnya bagus. Baru ketika ada masalah dengan pacarnya, relasi Jessica dengan mereka mulai tidak nyaman," ujar Natalia.

Jaksa penuntut umum (JPU) Sandy Handika lalu mengonfirmasi ungkapan hati Jessica yang dikatakan kepada Kristie saat Jessica dirawat di RS Royal Prince Alfred. Jessica marah karena diperlakukan seperti pembunuh oleh pihak rumah sakit dan kepolisian setempat.

Jessica berujar kepada Kristie, jika ia memiliki niat membunuh, dia mengetahui cara menggunakan pistol dan meracuni orang.

"Saat di rumah sakit, Jessica mengatakan pada dia (Kristie), 'Para bangsat di rumah sakit ini tidak mengizinkanku pulang. Mereka memperlakukanku seolah-olah saya adalah pembunuh. Kalau saya akan membunuh orang, saya tahu pasti cara menggunakan pistol dan saya tahu dosis yang tepat," ucap Sandy menirukan curahan hati Jessica sesuai pengakuan Kristie.

"Saat ditanya maksudnya apa (berkata seperti itu), dia (Jessica) tidak bisa menjelaskan lebih lanjut," jawab Natalia.

Natalia menambahkan, sejak keluar dari rumah sakit, hubungan Kristie dan Jessica mulai merenggang karena sikap Jessica berubah.

2 Percobaan Bunuh Diri

Jessica Kumala Wongso saat mendengarkan saksi ahli Dokter Psikiatri, Natalia Widiasih di PN Jakarta Pusat, Kamis,(18/8). Saksi ahli telah melakukan 5 tahap pemeriksaan kejiwaan Jessica dengan metode multiaksial diagnosis. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Dari data Austalia Federal Police (AFP), diketahui Jessica masuk rumah sakit dua kali karena melakukan percobaan bunuh diri. Pertama pada akhir Januari 2015, Jessica berupaya melukai diri sendiri, tapi Natalia tak menjelaskan secara lebih rinci.

Percobaan bunuh diri kedua dilakukan Jessica pada September 2015 dengan cara menyalakan alat panggang hingga seisi kamar apartemennya dipenuhi asap.

"Kalau kami lihat, mulai dari Januari 2015 tanggal 28 itu hanya ancaman akan bunuh diri dengan menelepon Patrick. Namun tanggal 29 sampai 30-nya dia melakukan upaya bunuh diri. Lalu dia sampai menabrak panti jompo tanggal 22 Agustus," ujar Natalia.

"Kemudian September dia putus, lalu 26 Oktober dia meracuni diri sendiri dengan panggangan barbeque hingga masuk rumah sakit. Dia menutup alat pendeteksi asap dengan plastik namun akhirnya ia mengurungkan niat," ucap Natalia.

Selanjutnya, pada 15 November Jessica menyayat tangannya sendiri dengan pisau. Dan pada 22 November, kepolisian setempat menemukan pesan yang ditulis Jessica, di mana Jessica menempatkan diri seolah-olah sudah meninggal.

"Tanggal 22 November ada suicide note. Dia minum alkohol dengan pesan bunuh diri seolah-olah pesan dia saat sudah meninggal."

Surat tersebut berisi kekecewaan Jessica karena Patrick tak menepati janji dan meninggalkannya. Padahal Jessica sudah melakukan banyak hal untuk Patrick.

Selain itu, Jessica merasa keluarganya tidak memperhatikannya, sehingga ia merasa tak ada guna melanjutkan hidup.

"Isinya kurang lebih dia (Jessica) bilang kalau sudah tak ada dukungan dari Patrick dan keluarganya. Sehingga ia melakukan bunuh diri," tutur Natalia.

Jessica Menangis

Pengacara Jessica, Otto Hasibuan tak habis pikir dengan catatan psikologi dari Natalia itu. Sebab, semua keterangan Natalia membuat Jessica shock sampai menangis.

"Saat itu dibacakan, dia sudah nangis. Kalian tidak lihat kali ya. Tapi saya bilang, jangan kamu nangis, tahan," ujar Otto.

Reaksi Jessica dalam sidang ini dinilai Otto serba salah. Sebab, jika Jessica menangis, publik akan menilai itu tanda sebuah ketakutan. Tetapi sebaliknya, jika tertawa, masyarakat akan memandang alumni Billy Blue College, Australia, itu sebagai pembunuh berdarah dingin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya