Kuasa Hukum: Penetapan Tersangka Irman Gusman Tidak Sah

Kuasa hukum Irman Gusman menegaskan bahwa mantan ketua DPD RI itu tidak mengenal sosok Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Willy.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Okt 2016, 14:10 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2016, 14:10 WIB
20160917-Irman-Gusman-JT
Irman Gusman (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang praperadilan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman terhadap KPK. Dia ditetapkan tersangka atas dugaan menerima suap Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, dan istrinya, Memi.

Dalam keterangan kuasa hukum Irman Gusman, ditegaskan bahwa Irman tidak mengenal sosok Xaveriandy Sutanto serta Willy. Irman hanya mengenal Memi sebagai figur konstituen di Sumatera Barat.

"Pada malam kejadian, Memi mendesak bertemu Irman Gusman malam itu juga walaupun sebentar. Atas kebaikan hati yang tidak tega mengecewakan konstituennya dari Sumatera Barat, ia memberi waktu kepada Memi hanya sebentar saja, karena pagi hari ada beberapa kegiatan kenegaraan yang harus dikerjakan dan diselesaikan," jelas tim kuasa hukum Irman Gusman dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Kemudian terkait tuduhan masalah trading in influence yang terdapat dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dianggapnya belum menjadi hukum positif dan masih menjadi hukum yang dicita-citakan. UNCAC memang sudah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 oleh pemerintah Indonesia namun belum menjadi undang-undang karena belum disahkan dan diundangkan, bahkan belum menjadi prioritas Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas).

"Jadi tidak bisa diterapkan dalam penanganan kasus ini, karena belum menjadi hukum positif (ius constitutum)," ujar dia.

Selain itu, pihaknya juga menyatakan mekanisme penangkapan yang dilakukan KPK tidak sah karena bertentangan Pasal 20 jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Demikian juga penetapan tersangka dan penahanan terhadap Irman Gusman bertentangan hukum karena tanpa disertai dua alata bukti permulaan yang kuat.

Kemudian terkait bungkusan berisi uang sebesar Rp 100 juta sebagai gratifikasi sesuai dengan Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi Edisi 2014, dan bukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) seperti apa yang dituduh oleh KPK.

"Namun senyatanya barang bukti itu diambil KPK dari Irman Gusman, kemudian KPK menyerahkan kepada Irman Gusman setelah itu KPK meminta supaya Irman Gusman menyerahkan barang bukti tersebut kembali kepada KPK setelah barang bukti berada di tangan KPK, Penyidik KPK (termohon) menyita barang bukti tersebut dari tangan Irman Gusman, padahal ketika itu barang bukti tidak ada di tangan Irman Gusman," jelas tim hukum Irman.

Perihal keterlibatan Irman Gusman dalam permasalahan gula dengan Bulog dinilai masih dalam batas-batas tugas dan kewajibannya sebagai Ketua dan Anggota DPD RI. Yaitu mengusahakan agar ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan khususnya Gula pada bulan Ramadhan segera bisa diatasi.

"Tidak ada satu pun surat resmi dengan kop surat dan cap DPD RI yang ditandatangani oleh Irman Gusman selaku ketua DPD RI yang ditujukan kepada Bulog untuk mengalihkan jatah atau distribusi penyaluran dan distribusi gula tersebut ke Sumatera Barat," tim menekankan.

Sepenuhnya itu kewenangan mutlak Perum Bulog untuk mengusulkan atau melaporkan kepada menteri terkait untuk mendapatkan persetujuan.

"Dengan demikian, penetapan tersangka atas diri Irman Gusman yang dilakukan oleh KPK adalah tidak sah karena tidak beralasan menurut hukum, sekaligus melanggar hak asasi Irman Gusman," ujar tim kuasa hukum tersebut.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya