Maqdir Ismail Berharap Tak Ada Upaya Intimidasi dan Kriminalisasi ke Febri Diansyah

Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia, Maqdir Ismail, mengkritik langkah hukum yang diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap koleganya, Febri Diansyah.

oleh Putu Merta Surya Putra Diperbarui 26 Mar 2025, 21:07 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 19:01 WIB
Maqdir Ismail
Pengacara senior Maqdir Ismail.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia, Maqdir Ismail, mengkritik langkah hukum yang diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap koleganya, Febri Diansyah.

Menurut Maqdir, tuduhan yang diarahkan kepada Febri Diansyah dan timnya terkait penerimaan honorarium dari uang TPPU yang dilakukan kliennya, eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak berdasar dan berpotensi mencederai profesi advokat.

"Kegiatan yang dilakukan oleh Saudara Febri Diansyah selama ini adalah menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagai advokat. Namun, framing yang muncul di media seolah-olah Febri dan kawan-kawan menerima honorarium yang berasal dari kejahatan. Padahal, advokat tidak memiliki kewajiban untuk menanyakan asal-usul uang yang dibayarkan sebagai fee," kata dia dalam konferensi pers bersama Forum Peduli Advokat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26//20253).

Maqdir menegaskan jika memang ada dugaan pencucian uang, KPK harus terlebih dahulu membuktikan bahwa dana yang diterima Febri berasal dari tindak pidana.

"Kalau tidak bisa dibuktikan, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai pencucian uang," tambahnya.

Ia juga menyoroti praktik di berbagai negara, di mana ada aturan yang melarang advokat menerima uang jika terbukti berasal dari kejahatan. Namun, ia menegaskan bahwa tidak semua negara menerapkan aturan serupa.

"Di Kanada, misalnya, hal ini tidak dilarang selama advokat tidak mengetahui secara pasti bahwa uang itu berasal dari kejahatan," jelasnya.

 

Menganggu Hak

Maqdir juga menilai bahwa langkah KPK dalam kasus ini diduga memiliki motif tertentu, terutama mengingat Febri Diansyah terlibat sebagai tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Terlebih, Febri dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah.

"Kesan yang muncul adalah perkara ini digali kembali setelah Febri ikut membantu kami. Ini bukan hanya merusak hak-hak dan martabat Saudara Febri, tetapi juga martabat kami sebagai advokat," ujarnya.

Selain itu, ia menyesalkan cara KPK menangani perkara ini tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan mendalam sebelum mengumumkannya ke publik.

"Kami khawatir ada kesengajaan untuk merusak harkat dan martabat dari teman-teman, termasuk Saudara Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukum lainnya," tuturnya.

Maqdir mendesak KPK untuk lebih transparan dan bertindak berdasarkan bukti yang kuat.

"Sebaiknya KPK menunjukkan bukti awal bahwa ada penerimaan uang yang berasal dari kejahatan klien Febri, bukan dengan cara seperti ini," pungkasnya.

KPK Geledah Kantor Pengacara Febri Diansyah

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggeledah kantor pengacara Visi Law Office milik Febri Diansyah di daerah Pondok Indah Jakarta Selatan, hari ini Rabu (19/3/2025).

Penggeledahan tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto yang menyebut penggedelahan tersebut berkaitan dengan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Benar (penggedelahan). Terkait sprindiknya TPPU tersangka SYL," ucap Tessa saat dikonfirmasi, Rabu (19/3).

Penggeledahan ini bersamaan dengan penyidik KPK yang sedang memeriksa Rasamala Aritonang yang merupakan bagian dari Visi Law Office.

Pada saat penggeledahan itu, Rasamala dikabarkan juga ikut dan hingga kini masih berproses.

Sebagaimana diketahui, SYL telah ditetapkan menjadi tersangka TPPU yang saat ini masih bergulir di tangan penyidik KPK. Nantinya eks gubernur Sulawesi Selatan tersebut bakal didakwa atas dugaan gratifikasi dan TPPU dengan total Rp 104,5 miliar.

KPK sendiri sempat ingin mempercepat pemberkasan perkara TPPU SYL hanya saja tidak ada kejelasan setelah eks Mentan itu telah divonis 10 tahun penjara di Pengadilan tingkat pertama, lalu diperberat menjadi 12 tahun di Pengadilan Tinggi Jakarta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya