Liputan6.com, Jakarta - "Tanam mangga dia akan berbuah mangga, tanam durian akan berbuah durian, tanam kebaikan akan berbuah kebaikan, tanam kerja keras tentu akan berbuah kesuksesan." Itulah pesan sang ayah kepada Ketua MPR Zulkifli Hasan yang selalu diingatnya.
Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas mengakui, pesan sang ayah itulah yang menguatkan tekadnya merantau ke Jakarta. Kebulatan tekad itulah yang akhirnya mengantarkan Zulhas menjadi Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, dan kini menjadi Ketua MPR RI.
Baca Juga
Â
Lahir di kaki Gunung Rajabasa, Lampung Selatan, 54 tahun lalu, masa kecil Zulhas diwarnai kehidupan yang serba sulit. Satu di antaranya jarak yang cukup jauh untuk pergi ke sekolah.
"Saya berjalan kaki (saat) sekolah dasar, pergi-pulang 5 kilometer. Kalau sekarang sepatunya bagus, dulu saya pergi sekolah dasar nyeker, kalau sekarang sudah keren. Itulah perjuangan," ucap Zulhas di acara Inspirato Liputan6.com, SCTV Tower, Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2016.
Â
Usai menyelesaikan sekolah dasar, sang ayah berharap Zulhas bisa menjadi tokoh seperti Buya Hamka. Karena itu, sang ayah segera menyekolahkannya di sekolah pendidikan guru agama.
"Orangtua saya ingin anaknya seperti Buya Hamka, maka saya disekolahkanlah setelah lulus sekolah dasar merantau lebih kurang 100 kilometer jauhnya ke kota, dulu namanya pendidikan guru agama. Jadi saya jebolan guru agama," ujar Zulkifli Hasan.
Advertisement
Merantau ke Jakarta
Selesai menempuh pendidikan guru agama selama enam tahun, Zulhas memberanikan diri merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Namun, hal ini menjadi titik balik dalam hidupnya, mengingat pelajaran yang didapatkannya di sekolah terdahulu jauh berbeda dengan pendidikan yang diterimanya saat sekolah di Jakarta.
"Waktu di SMA itu saya ikut tes, baru 2 menit 3 menit, saya ikut pelajaran, karena tidak ada pelajaran matematika, tidak ada pelajaran ekonomi (di sekolah sebelumnya), semua pelajaran itu saya tidak mampu karena belum pernah belajar, jadi berapa lama pun menunggu saya tidak akan bisa jawab juga," tutur dia.
Perbedaan kurikulum inilah yang membuat Zulhas bekerja keras untuk terus belajar mempelajari semua pelajaran. Ditambah lagi janji kepada ayahnya untuk mampu berprestasi terlebih bisa masuk ke jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Zulhas mengungkapkan bahwa sang ibu rela menjual sejumlah perhiasannya untuk modal sekolah sang anak. Dia selalu teringat pesan ibunya, "Jangan pulang kalau belum berhasil." Teringat pesan itulah yang akhirnya mengantarkan Zulhas menjadi juara satu di sekolah.
Tak Lolos PTN
Meskipun Zulhas termasuk anak yang berprestasi di sekolah, tapi keberuntungan tidak membawanya untuk bisa mengenyam pendidikan di universitas yang dicita-citakannya. Saat itu banyak temannya yang diterima di perguruan tinggi negeri, hanya dia yang tidak diterima.
"Saya termasuk yang tidak lulus. Saya mendaftar waktu itu di Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran. Tidak diterima di UI, tidak diterima di ITB, tidak diterima di (Universitas) Gadjah Mada bukan akhir segalanya, tentu Tuhan punya rencana lain untuk saya," ujar dia.
Mengandalkan ijazah SMA, Zulhas sempat diterima menjadi calon pegawai di Kementerian Pertanian.Namun, Zulhas tidak menemukan panggilan hatinya jika menjadi seorang pegawai negeri sipil atau PNS, hal ini tentu berlawanan dengan kebanyakan teman-teman lainnya.
Saat bingung menemukan jenis pekerjaan yang cocok untuknya, Zulhas bertemu seorang seorang teman yang mengajaknya untuk berjualan. Dengan modal keyakinan dari orangtuanya, akhirnya Zulhas memberanikan diri untuk berjualan. Jalan hidup yang akhirnya mengantarkannya menjadi seorang pengusaha sukses hingga kini. Tragedi 1998 membuatnya mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
"Tahun 98-99 untung saya luar biasa kalau dihitung rupiah mungkin Rp 100 miliar. Saya memandang itu peluang, maka jadi peluang betulan," ia menjelaskan.
Â
Zulhas mengungkapkan, setelah kondisi perekonomian keluarga sudah stabil dan melihat pergolakan politik di tahun 1998, akhirnya dia memutuskan untuk mengabdi kepada masyarakat dan terjun secara total di dunia politik.
Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini mengungkapkan, menjadi seorang politikus kerap dihadapkan pada banyak persoalan-persoalan yang berat. Ketika permasalahan itu datang berbagai cara ditempuh untuk melepaskan ketegangan itu, di antara dengan salat malam, puasa, mengaji, dan bersedekah.
Advertisement