Liputan6.com, Jakarta - Antasari Azhar bebas bersyarat hari ini. Selama 7 tahun 6 bulan lamanya mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mendekam di Lapas Klas I Tangerang.
Bagi kedua putri Antasari Azhar, Ajeng Oktarifka Antasariputri berpisah dengan orang yang dicintai selama hampir delapan bulan memendam duka sendiri. Begini isi curhatan putri Antasari yang diterima Liputan6.com.
Assalamualaikum Wr. Wb
Advertisement
4 Mei 2009.. itulah untuk pertama kalinya dalam hidup "dipaksa" menghadapi persoalan yg tidak ada seorang pun siap menghadapinya. Ketika Papa dituduh sebagai otak kasus pembunuhan. It's only a dream. A very bad one. That's what I thought. Tapi sayangnya itu bukan mimpi.
Tuduhan tak berdasar yg pasti disasarkan oleh orang2 sama sekali tidak mengenal Papa. Orang2 tidak bertanggung jawab. Sebentar saja bersama Papa orang akan tahu bahwa Beliau tidak mungkin melakukan itu semua. Dibalik penampakannya yg dingin sesungguhnya dia adalah org yg berhati lembut. Tidak saya bukan sekedar mengagung2kan seorang ayah, tapi itu juga pendapat banyak org yg mengenal Beliau dgn baik. Teman sekolah, anak buah di tempat kerja, pekerja dirumah, bahkan para mantan atasan Beliau.
Berbagai macam cara dan usaha kami lakukan untuk mengungkap kebenaran guna mencari keadilan. Tetapi apa daya, "suara" kami hanyalah sebatas angin sepoi yg sebentar ada lalu hilang di telan pusaran angin yg lebih besar.
Tidak terasa bagi banyak orang, tapi sangat terasa bagi kami. Terutama saya. "Dipaksa" kehilangan sosok Ayah di dlm kehidupan saya. Terlalu banyak momen atau kenangan dlm hidup kami yg tidak akan pernah mungkin dpt ditukar dengan apapun, karena waktu tidak akan pernah bisa terulang. Marahkah saya? Sudah pasti. Itu manusiawi. Ingin membalaskah saya? Tidak. Papa selalu mengatakan tidak perlu kita membalas apa2. Ikhlaskan saja. Kita punya Allah yg Maha Segalanya. Biar Allah yg lebih berhak mengadili dan "membalas mereka". Kalau tidak di dunia, nanti di akhirat. Tapi itu pasti terjadi. Karena Allah tidak tidur. Kita jalani saja hidup dengan sebaik-baiknya.
22 tahun usia saya waktu itu. Sedang berusaha mengejar mimpi saya mengambil Master di benua Kangguru. Tapi mimpi itu saya simpan terlebih dahulu demi berada di samping Papa dan tidak sedetikpun saya sesali. Hampir 2 bulan sejak kasus ini muncul baru saya dan kakak saya "diperbolehkan" untuk bertemu Papa (don't ask why). Saya ingat kami bertiga berpelukan seolah tak ingin lepas.
Pada tanggal 11 Februari 2010 hakim menjatuhkan hukuman 18 tahun untuk Papa. Usai sidang saya dan kakak saya melompati kursi untuk bisa menuju ke pelukan Papa yg mencari kami. Masih teringat dengan jelas pertanyaan Papa kala itu dengan suara bergetar : "Mbak kuat? Adek kuat?" Kami menjawab, "Inshaa Allah kuat pa". Papa pun berkata "Kalo mbak dan adek kuat pasti papa jg kuat". Dan kami pun kembali saling memeluk untuk menguatkan.
Pada periode waktu tersulit dlm hidup saya ini saya akhirnya bisa memilih dan memilah mana teman, mana sahabat, mana saudara dan mana lawan. Ada kawan yg tiba2 jd lawan. Ada lawan yg akhirnya justru membela layaknya kawan. Ada pepatah yg mengatakan "berhati-hatilah terhadap teman yg memelukmu dgn sangat erat. Bisa jadi dia melakukannya untuk menancapkan pisau lebih dalam di punggungmu". And sadly, it happens!
7,5 tahun berlalu, in shaa Allah besok pada tanggal 10 November 2016 pukul 10.10 saya bisa kembali memeluk Papa untuk kembali pulang kerumah. Ke tempat seharusnya Beliau berada bersama kami selama ini. Merajut kembali mimpi yg pernah terputus, menorehkan kembali kenangan manis yg sempat terlupa. Mengenal lebih jauh lagi menantu2 dan cucu-cucunya yg selama ini terbatasi jeruji besi.
Banyak kisah yg ingin saya ceritakan tp terlalu panjang untuk saya tulis disini. Kiranya boleh saya ingin meminta keikhlasan hati teman2, saudara2 sekalian untuk mendoakan kelancaran dan kemudahan proses pembebasan bersyarat Papa besok.
Semoga Allah selalu meridhoi, memberkahi dan melindungi niat baik kita semua. Aamiin
Wassalamualaikum Wr. Wb
Tangsel, 9 November 2016
Ajeng Oktarifka Antasariputri