Liputan6.com, Jakarta - "Jangan panggil saya bapak, saudara saja," ujar Antasari Azhar, "Saya bukan siapa-siapa lagi dan bukan apa-apa lagi."
Tujuh tahun enam bulan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendiami Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten. Negara mengkorting masa hukuman 18 tahun penjara Antasari sebagai hak-hak warga binaan atau narapidana. Dia divonis bersalah atas tewasnya Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran, yang ditembak dan tewas pada 15 Maret 2009.
Hari ini, Kamis (10/10/2016), adalah hari bahagia Antasari. Mantan jaksa ini kembali berkumpul bersama keluarganya. Meski masih berstatus bebas bersyarat, tapi hari ini adalah puncak penantian panjang selama berada di balik jeruji besi.
Advertisement
"Setelah bebas 1-2 bulan saya membiasakan diri di luar sebagai orang bebas. Setelah itu saya sudah ada pilihan. Hidup ini pilihan kan?" kata Antasari mengawali perbincangan dengan Farhannisa Suri Maimoon dari Liputan6.com, beberapa waktu lalu di Lapas Tangerang.
Namun, Antasari tidak menyebut pilihan setelah menghirup udara bebas. "Itu nanti saja, terlalu dini. Yang terpenting bagi saya adalah jika memang tenaga pikiran saya bermanfaat untuk masyarakat, saya lakukan," kata dia.
"Saya tidak muluk-muluk cari kekayaan. Itu sudah selesai bagi saya," ujarnya menambahkan.
Tujuh tahun enam bulan bukan waktu yang sedikit. Dunia yang tidak pernah dia bayangkan mau tidak mau dia jalani, hidup di penjara. Selama itu dia dipercaya sebagai tetua tujuh blok di Lapas. Tugasnya tidak sedikit; menjadi konsultan hukum para napi, penengah para napi yang sedang berselisih, terkadang membayarkan utang napi.
"Tidak banyak, Rp 20-30 ribu. Supaya tidak terjadi masalah, makanya sejak kecil dimatikan masalahnya," tutur dia.
Kenangan itu tentu tidak akan hilang begitu saja dari benak Antasari. Ngariung atau berkumpul sore hari adalah kegiatan rutin di mana kebersamaan antar napi terjalin. Menu singkong dan tempe goreng menambah kebersamaan saban sore.
"Pasti, pasti kangen. Paling sebulan sekali (ke Lapas)," kata Antasari.
Eneg
Antasari berupaya memendam cerita lama yang menjebloskannya ke bui. Namun, dia juga berusaha untuk tabah ketika beberapa orang mengajaknya kembali mengingat kasus Nasruddin.
"Saya sudah declare, saya ikhlaskan. Saya tidak dendam. Marah saya, kecewa saya, akan saya tinggalkan di sini. Saya pulang dengan menatap hari depan dengan keluarga," kata Antasari.
Pulang ke rumah, bukan berarti perjuangan mencari keadilan tuntas sampai di situ. Saat ini dia tengah menunggu grasi atau pengampunan dari Presiden Joko Widodo. "Sekarang prosesnya masih di Mahkamah Agung untuk memberi pertimbangan ke Presiden," ujar suami dari Ida Laksmiwati.
Grasi juga adalah jalan Antasari untuk membersihkan namanya. Dia bersikukuh tidak terlibat dalam perencanaan pembunuhan Nasruddin.
"Dan kalaupun saya dapat rehabilitasi, saya tidak akan menuntut ganti rugi, kok. Saya sekeluarga sudah ikhlas. Toh, saya sudah menjalani. Saya tidak dendam," ujar Antasari.
Risiko
Antasari sedikit mengisahkan mengenai jabatan yang pernah dia emban dulu, Ketua KPK periode 2007-2009, menggantikan Taufiequrachman Ruki. Dia sudah mengukur tingkat bahaya yang akan dia hadapi.
Undang-undang KPK jelas menyebutkan ranah korupsi yang diusut lembaga antirasuah ini, penyelenggara negara meliputi pejabat negara dan penegak hukum. Tentunya tidak mudah menghadapai penjahat kerah putih itu.
Bukan berarti upaya pemberantasan korupsi tidak ada perlawanan. Mereka akan mengerahkan segala upaya agar upaya penegakan hukum terhambat.
"Nah, bisa dibayangin ketika pejabat negara tersentuh, penegak hukum tersentuh, apa yang terjadi? Serangan balik itu pasti terjadi. Di situ risikonya," kata Antasari.
Rencananya pembebasan Antasari tidak hanya disambut keluarganya. Namun juga keluarga Nasruddin Zulkarnaen.
"Nanti dari sini menuju ke rumah. Sampai di sana potong tumpeng, syukuran, kita makan siang bersama dan tidak ada undangan khusus dari saya," ujar Antasari.
Â