Anggota MKD: Pemberhentian Akom Bukan Usulan Fraksi Partai Golkar

Keputusan yang diambil lembaga kode etik para anggota dewan itu tidak terkait dengan rencana Partai Golkar.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 30 Nov 2016, 15:06 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2016, 15:06 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR telah resmi mengeluarkan amar keputusan untuk memberhentikan Ade Komarudin atau Akom dari jabatan Ketua DPR RI. Keputusan pemberhentian ini sesuai dengan sanksi akumulatif yang dijatuhkan kepada Ade Komarudin atas dua kasus yang menyeretnya.

Pemberhentian ini bersamaan dengan rencana Partai Golkar mengembalikan kursi Ketua DPR kepada Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Namun Wakil Ketua MKD Sarifudin Sudding menegaskan keputusan yang diambil oleh lembaga kode etik para anggota dewan ini tidak terkait dengan rencana Partai Golkar.

"Kami enggak ada usulan dengan fraksi Golkar, kami hanya bekerja sesuai aturan MKD. Bahwa kemudian keputusan ini bersifat 'final and binding' pada semua anggota dewan termasuk AKD bisa dijadikan rujukan," ungkap Sudding di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (30/11/2016).

Ia juga menegaskan keputusan untuk memberhentikan Akom dari jabatan Ketua DPR telah melalui proses yang panjang. Sudding mencontohkan, untuk perkara pertama, MKD telah memeriksa pihak pengadu yakni jajaran Komisi VI, Kementerian BUMN, hingga pihak Kementerian Keuangan terkait rapat Penyertaan Modal Negara (PMN) antara Komisi XI dengan 9 direksi BUMN.

"Dan lebih spesifik lagi tentang pembahasan PMN terhadap 9 BUMN itu sudah setelah melalui proses persidangan, mendengarkan keterangan dari pihak pengadu, dan juga dari pihak kementerian BUMN, Kemenkeu Ibu Sri Mulyani, dan saksi-saksi dari pihak kesekjenan dan sebagainya," papar dia.

Begitu pula, lanjut Sudding, terkait perkara nomor 66 soal dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ade Komarudin karena menunda pembahasan RUU Pertembakauan. MKD juga telah meminta keterangan Baleg dan pihak Kesekjenan.

"Setelah mendengar dari suatu proses persidangan yang cukup panjang, keterangan saksi dari Baleg dan kesekjenan dan saksi-saksi yang dihadirkan dalam MKD ini, dalam rapat permusyawaratan majelis tadi sudah mengambil keputusan yang bersangkutan karena dalam perkara 62 telah diberikan sanksi ringan maka perkara 66 dengan sanksi sedang, akumulasi dari pemberian sanksi ini," tutur dia.

Sudding pun membantah jika ada permintaan mempercepat pergantian Ketua DPR melalui keputusan MKD. Menurutnya, pengambilan keputusan sudah dijadwalkan sebelumnya. Sehingga, keputusan memberhentikan Akom dari kursi pimpinan DPR kebetulan berbarengan dengan agenda paripurna pengembalian jabatan Novanto.

"Ini barangkali secara kebetulan tapi jadwal di sekretariat sudah disepakati sejak awal masa sidang dimulai tentang agenda persidangan MKD, mulai dari pemeriksaan pengadu, saksi-saksi, sampai ke pihak teradu. Bahwa kemudian hari ini ambil keputusan itu sudah sesuai agenda yang disepakati sebelumnya," tegas Sudding.

Sebelumnya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan memberhentikan Ade Komarudin atau Akom dari jabatan Ketua DPR. Akom dinyatakan telah melanggar kode etik dewan sebanyak dua kali.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya