Liputan6.com, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tegas menyatakan akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 melalui jalur independen. Dia menggandeng Heru Budi Hartono, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) karier, yang duduk di kursi Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta.
Heru bukan orang baru di lingkaran Ahok. Sejak era Gubernur Joko Widodo, dia adalah orang di balik layar blusukan sang gubernur.
Ahok-Heru melaju di Pilkada 2017 melalui jalur independen. Mereka didukung oleh relawan yang menamakan diri TemanAhok. TemanAhok ini mengumpulkan KTP dukungan warga Jakarta agar Ahok dan Heru bisa mendaftar sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI.
Advertisement
Ahok mengibaratkan kendaraan yang ditumpanginya untuk melaju di Pilkada Jakarta nanti memang tidak mewah, namun mesin optimistis dan kepercayaan masyarakat yang mendorongnya percaya untuk sampai ke tujuan.
"Saya mah patokannya tidak mau mengecewakan masyarakat yang mendukung saya," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis 10 Maret 2016.
Ahok tidak memungkiri bila partai memiliki jaringan hingga ke bawah. Mesin partai terus bergerak untuk meraup dukungan calon yang diusung menang dalam pilkada. Hanya saja biaya untuk menggerakkan mesin partai ini tidaklah sedikit.
"Harta saya dikumpulin, jual semua ya kayaknya pas-pasan kalau segitu. Enggak deh. Lebih baik saya enggak mau partai, ya begitu," kata Ahok.
Petinggi Parpol Marah
Ahok menyebut banyak politikus dari berbagai partai geram atas putusannya maju secara independen di Pilgub DKI 2017.
"Banyak orang partai juga marah. Ya Ibu (Megawati) sih enggak marah sama saya tapi yang lain marah," kata Ahok.
Hal itu dikatakan Ahok setelah bertemu langsung dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ahok mengklaim Megawati hanya berpesan agar tetap menjaga silaturahmi meskipun menolak untuk didukung PDIP.
"Saya mengerti PDIP itu partai butuh mekanisme, saya khawatir partai enggak calonin saya," ujar Ahok.
PDIP menganggap pencalonan Ahok lewat jalur independen sebagai ancaman hebat untuk dunia politik di Indonesia. Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyebut, langkah Ahok itu sebagai upaya pelemahan yang sengaja dilakukan untuk tidak percaya terhadap partai politik alias deparpolisasi.
Hal tersebut juga ia katakan kepada Megawati saat pertemuan di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Senin 7 Maret 2016.
"Jadi kita membahas banyak, salah satunya deparpolisasi, itu yang harus kita sikapi. Kalau independen menang, apa ada nanti fraksi independen?" kata Prasetyo di Balai Kota Jakarta, Selasa 8 Maret 2016.
Deparpolisasi
Ahok menolak disebut langkah yang diambilnya bersama TemanAhok adalah sebagai upaya yang ditudingkan banyak pihak, deparpolisasi. Setidaknya, kata Ahok, dengan adanya calon independen, masyarakat punya pilihan, tidak serta-merta mengecilkan parpol.
"Supaya apa? Rakyat tidak melakukan deparpolisasi. Untuk apa? Supaya kalau ingin menjadi kepala daerah, parpol bisa koreksi diri gitu lho. Oh berarti selama ini ada yang tidak sesuai, itu aja yang terjadi," ujar Ahok, Kamis 10 Maret 2016.
Munculnya calon independen, menurut Ahok, juga karena diperbolehkan dalam undang-undang yang dibuat oleh partai politik. Sehingga jika ada partai yang menyatakan kemunculan calon independen sebagai upaya deparpolisasi adalah pandangan menyesatkan.
"Kamu kira calon independen itu, saya bisa ikut independen, siapa yang bisa mutusin? Partai politik, fraksi-fraksi yang ada di DPR membuat undang-undang. Itu aja. Jadi ini suatu hal yang sangat menyesatkan," kata Ahok.
Politikus PDIP yang juga Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, menilai upaya-upaya mengesampingkan partai politik atau deparpolisasi di ajang pemilihan kepala daerah atau pilkada adalah tidak tepat.
"Kalau calon independen itu secara undang-undang sah. Tapi apakah orang yang mengirim tandatangan, mengirim fotokopi KTP, bisa dimintakan pertanggungjawaban secara politik?" ujar Tjahjo di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Jumat 11 Maret 2016.
Calon yang maju tanpa mau dukungan parpol, ke depannya cukup membahayakan. Sebab, jika kepala daerah yang didukung parpol di tengah jalan ada kesalahan, maka masyarakat bisa meminta pertanggungjawaban secara politik.
"Kalau parpol mencalonkan jadi gubernur dan kalau di tengah jalan Anda memimpin salah, partai tanggung jawab dong. Ada yang mengingatkan Anda, partai bisa dihukum oleh masyarakat secara luas, ini loh calonmu tidak benar," ucap dia.
Menurut Tjahjo, calon independen tidak punya perwakilan di DPRD. Apalagi kebijakan-kebijakan, seperti penganggaran, perizinan, peraturan-peraturan daerah, disusun antara DPRD dan gubernur.
Kritik terhadap langkah Ahok juga disampaikan Politikus PDIP lainnya, Budiman Sudjatmiko. Dia menilai, alangkah baiknya menjalankan roda pemerintahan dalam pembangunan Jakarta bersama partai politik.
Namun di sisi lain, dia menilai langkah Ahok adalah suatu sikap politik.
"Jakarta terlalu besar kalau sekadar diselesaikan satu orang baik sekali pun," kata mantan aktivis PRD ini, Kamis 10 Maret 2016.
Dukungan Ahok Mengalir Deras
Sikap Ahok menggandeng anak buahnya di Pilkada 2017 rupanya tidak mengurunkan niat para pendukung yang sudah mengumpulkan KTP mereka melalui TemanAhok. Pasca Ahok mantap memilih Heru, dukungan kian deras.
Salah satu relawan, Amalia Ayuningtyas mengatakan sudah terkumpul 784.977 KTP, yang mendukung mantan Bupati Belitung Timur itu.
Menurut dia, 784.977 KTP yang sudah terkumpul tentu tidak sia-sia. "Kita telah memperlihatkan bahwa masyarakat juga pemilik kekuasaan politik dan tidak bisa untuk diremehkan," ungkap Amalia.
Karena itu, dia pun meminta doa dan dukungan masyarakat, agar ini bisa terus berjalan.
"Sekarang saatnya untuk membuktikan kembali, bahwa kita bisa mengusung Ahok-Heru sebagai sebuah pasangan peserta Pemilu. Dengan doa dan dukungan proaktif masyarakat kami yakin ini bisa terlaksana," tegas Amalia.
Advertisement
Sejuta KTP
Setelah mantap mengikuti kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 melalui jalur independen dengan menggandeng seorang PNS karier Heru Budi Hartono, langkah Ahok tidak mudah. Langkah mereka akan semakin berat bila DPR mengesahkan penambahan persyaratan dukungan untuk calon independen.
Namun demikian, Ahok tidak gentar. Dia menyatakan, akan mengikuti apapun aturan yang ada untuk maju sebagai calon independen.
DPR mewacanakan syarat dukungan bagi calon independen menjadi sekitar 10 hingga 20 persen dari jumlah pemilih pada pemilu sebelumnya dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.
"Itu kan hak DPR dan pemerintah ya. Kalau sudah keluar UU itu, kami ikut saja," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu 16 Maret 2016.
Namun demikian, Ahok merasa tidak adil dengan syarat dukungan bagi calon independen tersebut. Sebab, bagi dia partai diberi berbagai kemudahan. Saat mengusung calon, partai cukup menghitung jumlah kursi yang dimiliki di DPRD. Belum lagi, partai mendapat sokongan dana dari negara. Berbeda dengan calon independen yang harus meniti dari nol.
Ahok mengatakan, bila memang nantinya persyaratan itu disahkan, maka relawannya harus lebih bekerja keras.
"Nggak apa-apa, ini artinya (relawan) TemanAhok harus kerja lebih keras lagi," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta.
Dia yakin relawannya akan memenuhi target jika nantinya usulan DPR yang meningkatkan syarat pencalonan melalui jalur independen harus memperoleh 10-20 persen dukungan dari jumlah pemilih dikabulkan. Ia pun memasrahkan nasibnya ke TemanAhok.
"Mereka dapet kok sejuta. Kalau terlambat ya sudah, Ahok nggak jadi gubernur lagi. Saya penuhin dan ya sudah nasib saya sekarang ada di TemanAhok, lebih tepatnya teman-teman Ahok," tutur Ahok.
Disponsori Nenek-Nenek
Ahok juga yakin, tetap akan memiliki banyak orang yang mendukung sponsor ketika memilih maju melalui jalur independen.
"Kalau kamu mau ikut pemilihan, orang enggak mau datang sponsorin kamu independen, enggak cetakin, enggak mau ngisi bisa enggak kamu maju? Yang sponsorin saya masih banyak lho. Datang isi, kamu lihat aja, nenek-nenek, ibu-ibu," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu 16 Maret 2016.
Ahok menilai, setiap warga yang datang ke gerai TemanAhok dan mengisi formulir dukungan merupakan sponsor utama selama perjalanannya menuju Pilkada DKI Jakarta. Dukungan seperti itu justru yang tidak bisa ditolak sama sekali.
Sementara itu, relawan TemanAhok terus menambah gerai di mal-mal di ibu kota untuk mengumpulkan KTP serta formulir dukungan untuk Ahok dan cawagub pilihannya. Salah satu gerai dibuka di Blok M Plaza, Jakarta Selatan.
Arif Riyadi (23), tim leader TemanAhok Plaza Blok M mengatakan, walau gerai baru dibuka pada Rabu ini, jumlah KTP yang terkumpul mencapai 150.
"Dukung Ahok karena sudah jelas kerjanya, hal kecil kayak buat KTP jadi mudah," ujar Yonannes (44), warga Bendungan Hilir yang sedang mengisi formulir verifikasi dukungan Ahok. Dia mengaku sengaja datang ke mal untuk mengisi formulir.
Formulir verifikasi merupakan formulir dukungan Ahok di Pilkada DKI 2017 yang telah dilengkapi nama wakilnya, Heru Budi Hartono. Formulir itu diperuntukkan bagi para pendukung Ahok yang sudah mengisi formulir dukungan sebelumnya.
TemanAhok telah menghimpun 785 ribu KTP dukungan untuk Ahok. Sedangkan booth Teman Ahok telah ada di 20 mal di Jakarta, di antaranya Pluit Village, Mall Kelapa Gading, Pondok Indah Mall, Cilandak Town Square, dan Kuningan City.
Tanggapan Jokowi
Presiden Joko Widodo menilai aturan dalam UU Pilkada yang mengatur calon independen masih sudah cukup baik. Karena itu, tidak perlu ada perubahan.
"Kemarin dalam rapat terbatas, Presiden juga memberikan arahan mengenai hal itu. Posisi pemerintah sampai hari ini menganggap bahwa hal yang berkaitan dengan independen sudah cukup diatur dalam UU 8 2015," ucap Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana.
Pernyataan Jokowi itu, kata Pramono, akan menjadi acuan bagi pemerintah saat membahas revisi UU Pilkada dengan DPR.
Meski begitu, kata Pramono, pemerintah mempersilakan jika Komisi II DPR ingin mengajukan perubahan saat revisi UU Pilkada.
Sementara itu, Amanat presiden (ampres) terkait revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada akan diserahkan dalam waktu dekat ke DPR. Ada 16 poin revisi pada ampres tersebut.
Pada ampres tersebut juga telah dimasukkan perbaikan yang diminta oleh Mahkamah Konstitusi. Salah satu poin revisi versi pemerintah adalah terkait kewajiban anggota DPR, DPD, DPRD, dan PNS mundur dari jabatannya jika hendak mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
Poin lainnya menyangkut anggaran pilkada yang tetap dibebankan kepada pemerintah daerah. "Kalau daerah bisa mengatur (keuangan) dengan baik, pasti tercukupi. Kemarin 269 daerah saja bisa," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo.
Advertisement
Buka Rekening Dana Kampanye
Ahok dan calon pasangannya Heru memberi kesempatan kepada siapa saja yang mau menyumbang dana kampanye baginya.
"Itu dia transfer langsung. Itu pengusaha, siapa pun, kalau saya sudah buka rekening resmi, saya dengan Heru nanti, mereka bisa kirim maksimum Rp 500 juta (perusahaan)," tutur Ahok.
Ahok menegaskan, dia tidak mengeluarkan sepeser pun uang untuk TemanAhok. Para relawan, kata Gubernur DKI Jakarta itu, rela mengeluarkan uang dan tenaga karena mereka yakin jika dirinya bekerja dengan tulus untuk DKI Jakarta.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Mohammad Taufik mengatakan, langkah Ahok membuka rekening dana kampanye termasuk gratifikasi. Sebab, Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dana kampanye ini, kata Taufik, sudah diatur dalam Pasal 74 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Sumbangan yang dimaksud dari perseorangan maksimal Rp 50 juta, sedangkan dari korporasi atau lembaga berbadan hukum swasta maksimal Rp 500 juta.
Ahok membantah jika sumbangan itu dikategorikan sebagai gratifikasi. Sebab sumbangan itu tidak ditujukan langsung kepada Ahok. Sumbangan itu diberikan kepada TemanAhok yang diklaim telah memiliki payung hukum sebagai sebuah lembaga.
"Enggak bisa (disebut gratifikasi), sekarang kan bukan nama kita. TemanAhok ini resmi institusi (berpayung) hukum lho, terdaftar lho, dia yayasan lho, jangan salah," ujar Ahok di Bali Kota Jakarta, Selasa 15 Maret 2016.
Ahok mengatakan, TemanAhok merupakan kumpulan dari berbagai elemen masyarakat Jakarta yang ingin dirinya kembali menjabat sebagai Gubernur DKI pada periode berikutnya. Mereka ingin mengusung Ahok melalui jalur independen karena saat itu belum ada parpol yang bersedia mengusungnya.