KPK Periksa Ketua Komisi VI DPR Terkait Korupsi E-KTP

KPK kembali mengagendakan pemeriksaan kepada sejumlah anggota DPR dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Des 2016, 11:44 WIB
Diterbitkan 08 Des 2016, 11:44 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah usai memberi keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Setelah Taufiqurahman ditetapkan sebagai tersangka, KPK melakukan penggeledahan beberapa tempat di Nganjuk dan Jombang. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan kepada sejumlah anggota DPR dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Mereka yang diperiksa KPK, yakni‎ Ketua Komisi ‎VI Teguh Juwarno, anggota komisi I Agun Gunandjar, dan mantan Wakil Ketua Komisi II Taufiq Effendi. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (8/12/2016).

‎Bersamaan dengan itu, KPK juga menjadwalkan panggilan terhadap satu pihak swasta bernama Melyanawati sebagai saksi. Dia juga diperiksa sebagai saksi untuk Sugiharto.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek E-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek E-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 5,9 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2,3 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya