Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Hotel Pasar Baroe di Kota Bogor, Jawa Barat, nyaris hilang dan mulai tak dikenal masyarakat setempat. Padahal, hotel yang berada di pusat kota itu memiliki catatan sejarah perkembangan kota yang penting sebagai perjalanan peradaban lokal.
Sejak beroperasi pada 1873, hotel berlantai dua ini menjadi primadona para pelancong, selain Hotel Salak dan Hotel Belavue. Selain jadi tempat bermalam para turis seperti dari Belanda dan Eropa lainnya, juga wisatawan dari China, Arab, serta Bumiputera (pribumi).
Menurut Lim Hie Nio, cucu mantan pengurus Hotel Pasar Baroe, yaitu Lim Siang Hien, hotel tersebut beroperasi sejak zaman kolonial Belanda.
Advertisement
Hotel tersebut didirikan pada 1873 oleh keturunan China bernama Tan Kwan Hong. Kemudian hotel itu dibeli oleh keluarga Lim dan Lie setelah dua kali berpindah tangan.
Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.200 meter persegi tersebut memiliki keunikan arsitektur Eropa kombinasi Tionghoa.
"Karena wilayah tersebut berada di kawasan Pecinan, jadi mengkombinasikan Eropa dan China," ujar Lim Hie Nio, Senin (30/1/2017).
Hotel itu mulai berkembang sejak beroperasinya kereta api dari Batavia ke Buitenzorg pada 1873 hingga peralihan abad 20. Pada masa itu hotel tersebut menjadi primadona bagi para pelancong, selain Hotel Salak dan Hotel Belavue (kini menjadi pusat perbelanjaan dan sempat menjadi Pasar Ramayana).
Hotel Pasar Baroe muncul dan menjadi pilihan bagi golongan kelas menengah ke bawah.
Bukti hotel tua sebagai bagian dari peradaban Kota Bogor dilihat dari sejumlah bangunan bersejarah yang ada di sekitarnya.
Di sekitar gedung itu banyak ditemukan bangunan antik berlanggam Eropa-Tionghoa yang diperkirakan mulai dibangun pada peralihan abad.
Kawasan tersebut merupakan pertemuan antara Kelenteng Weg atau Jalan Kelenteng Hok Tek Bio dan Pasar Weg atau Jalan Pasar pada masa kolonial Belanda.
Bukti sejarah lainnya adalah sejumlah nama-nama yang pernah menginap di hotel tersebut.
Salah seorang pendiri Sjarikat Islam (SI) yang juga pergerakan nasional, yaitu Tirto Adhi Soerjo, pernah menjalankan aktivitas atau kegiatan politiknya di Buitenzorg dan menginap di Hotel Pasar Baroe.
Hotel yang terletak di kampung Pecinan ini pun sempat dihuni oleh sejumlah keluarga dari Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) hingga berakhirnya peristiwa Gestok (Gerakan 1 Oktober)
Namun kini, itu hanya tinggal kenangan. Setelah tidak beroperasi, hotel tersebut dibiarkan begitu saja. Atap, kusen, dan dinding dari kayu yang menjadi dominasi bangunan tersebut sudah lapuk di makan usia. Sebagian besar kaca jendela yang mengelilingi bangunan hotel pun sudah pecah.
Saat siang hari, beberapa bagian ruangan hotel menjadi gelap karena tak terkena sinar matahari. Suasana lembab, berdebu, dan sangat sunyi membuat hotel yang berada di belakang Pasar Bogor terkesan angker.
Sementara di halaman hotel jadi tempat penyimpanan gerobak PKL dan tempat pemilahan batok kelapa untuk dijadikan arang.
Beredar kabar lahan dan bangunan tersebut akan dibeli untuk dijadikan tempat berjualan bagi para PKL Pasar Bogor.