Liputan6.com, Jakarta: Berburu jajanan sepulang sekolah sepertinya menjadi aktivitas menarik yang mungkin pernah kita lakukan saat masih di bangku sekolah. Ada es bertabur coklat, dan ada gulali dengan warna dan bentuk yang menarik. Meski begitu baiknya kita tahu proses pembuatannya yang jauh dari higienis. Para pedagangnya pun tersebar mulai dari pinggiran Jakarta hingga ke kawasan Jawa Barat.
Di kawasan Subang, Jabar misalnya. Sebuah rumah dijadikan home industry dan dari situ dapat diketahui kandungan yang terdapat di jajanan anak-anak itu. Mulanya gula pasir dimasak bersama air hingga kental pada tingkat panas tertentu. Namun setelah ditelusuri lebih detail, air gula dicampurkan larutan pewarna yang jenisnya termasuk berbahaya jika dikonsumsi.
Entah karena tidak tahu atau memang sengaja, pewarna untuk pakaian dengan warna hijau dan merah dipilih untuk menjadikan tampilan gulali lebih menarik. Demikian halnya dengan makanan favorit lain yang disukai anak-anak yakni harum manis. Berbekal mesin sederhana pembuat harum manis, aksi pedagang membuat jajanan beraroma wangi gula itu menyita perhatian warga. Tak heran jika jajanan tersebut disukai anak-anak hingga dewasa.
Setelah diselidiki, lagi-lagi pewarna berbahaya yang jelas bukan pewarna makanan digunakan. Menurut keterangan sang pedagang, mereka mengaku tidak paham bahaya pewarna pakaian. Namun biasanya bagi anak-anak yang banyak mengkonsumsi jajanan yang mengandung pewarna berbahaya akan mengalami gangguan tenggorokan dan demam. Efek tersebut akan berlanjut dan mengganggu organ vital dalam tubuh.
Tak jauh beda dengan makanan kerupuk yang dibuat secara tradisional. Wangi dan aroma kerupuk yang telah digoreng seolah memanjakan lidah. Belum lagi warna warni kerupuk merah dan putih membuat bentuknya kian menarik mata. Sayangnya, para konsumen tidak sadar akan bahaya mengintai di balik pembuatan adonan kerupuk tersebut yakni pewarna pakaian.
Seperti yang sudah diduga, bahan dasar adonan kerupuk yang terdiri dari tepung, bumbu, dan air ternyata dicampur dengan pewarna dalam jumlah banyak. Namun sang pedagang dengan polos mengaku seluruh pewarna yang digunakan aman karena untuk membuat kue.
Tak hanya di Subang, Jabar, di kawasan pinggiran Teluk Jakarta pun juga ada yang menyalahi aturan makanan yang aman dikonsumsi. Di situ ada sekelompok nelayan yang baru pulang melaut dan mendapatkan hasilnya yakni kerang. Berkarung-karung kerang yang didapat langsung dibawa ke pengepul yang lokasinya tak jauh dari tempat nelayan menyandarkan perahunya.
Setelah dikumpulkan, ribuan kerang tadi direbus dalam kuali besar hingga matang. Kemudian kerang tersebut dilepaskan dari kulitnya. Kerang yang sudah matang dan tak bercangkang kemudian dimasukkan dalam tong besar untuk melewati proses pencucian. Jika dilihat dengan seksama, tong-tong sudah berwarna merah. Diduga di dalamnya sudah terkandung bahan kimia jenis berbahaya yang sudah lebih dulu dicampur. Proses tersebut otomatis membuat warna kerang yang semula pucat menjadi cerah.
Para pedagang kerang mengaku pewarna yang digunakan adalah pewarna makanan yang dibeli seharga Rp 150 ribu per kilogramnya. Namun saat dilihat bungkusnya, tidak ada cap yang tertulis di bungkusan pewarna makanan tersebut. Karena penasaran dengan kandungan di dalam makanan yang dicampur pewarna berbahaya tadi, beberapa sampel jajanan ini dibawa ke Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan BPOM DKI Jakarta.
Uji sampel pewarna terbagi jadi dua metode, pertama dengan menghancurkan sampel makanan dan jajanan tadi kemudian dipisahkan antara bahan utama dan bahan pewarna. Jajanan harum manis dan kerupuk menjalani proses kimiawi. Setelah bahan pewarna terpisah dari bahan utama, maka dilakukan tes. Objek yang diperiksa direndam dalam larutan kimia.
Dari hasil pengujian di laboratorium dengan metode spectrum graph, hampir semua jajanan tadi mengandung bahan kimia pewarna tekstil Rhodamin B. Menggunakan bahan pewarna tekstil Rhodamin B dalam makanan adalah tindakan ilegal dan membahayakan jiwa konsumennya. Bagi orang yang sensitif terhadap zar pewarna Rhodamin B, dapat segera merasakan efek jangka pendek pada kesehatannya.
Namun tidak adanya kontrol yang ketat dari pemerintah dalam memenuji standar keamanan pada makanan, membuat konsumen sekali lagi dirugikan. Oleh karenanya diimbau pada kita semua agar waspada dan teliti memilih jajanan yang diperlukan khususnya bagi orang tua agar selalu membimbing sang anak. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memilih makanan yang sehat dan higienis serta aman dikonsumsi.(BJK/AYB)
Di kawasan Subang, Jabar misalnya. Sebuah rumah dijadikan home industry dan dari situ dapat diketahui kandungan yang terdapat di jajanan anak-anak itu. Mulanya gula pasir dimasak bersama air hingga kental pada tingkat panas tertentu. Namun setelah ditelusuri lebih detail, air gula dicampurkan larutan pewarna yang jenisnya termasuk berbahaya jika dikonsumsi.
Entah karena tidak tahu atau memang sengaja, pewarna untuk pakaian dengan warna hijau dan merah dipilih untuk menjadikan tampilan gulali lebih menarik. Demikian halnya dengan makanan favorit lain yang disukai anak-anak yakni harum manis. Berbekal mesin sederhana pembuat harum manis, aksi pedagang membuat jajanan beraroma wangi gula itu menyita perhatian warga. Tak heran jika jajanan tersebut disukai anak-anak hingga dewasa.
Setelah diselidiki, lagi-lagi pewarna berbahaya yang jelas bukan pewarna makanan digunakan. Menurut keterangan sang pedagang, mereka mengaku tidak paham bahaya pewarna pakaian. Namun biasanya bagi anak-anak yang banyak mengkonsumsi jajanan yang mengandung pewarna berbahaya akan mengalami gangguan tenggorokan dan demam. Efek tersebut akan berlanjut dan mengganggu organ vital dalam tubuh.
Tak jauh beda dengan makanan kerupuk yang dibuat secara tradisional. Wangi dan aroma kerupuk yang telah digoreng seolah memanjakan lidah. Belum lagi warna warni kerupuk merah dan putih membuat bentuknya kian menarik mata. Sayangnya, para konsumen tidak sadar akan bahaya mengintai di balik pembuatan adonan kerupuk tersebut yakni pewarna pakaian.
Seperti yang sudah diduga, bahan dasar adonan kerupuk yang terdiri dari tepung, bumbu, dan air ternyata dicampur dengan pewarna dalam jumlah banyak. Namun sang pedagang dengan polos mengaku seluruh pewarna yang digunakan aman karena untuk membuat kue.
Tak hanya di Subang, Jabar, di kawasan pinggiran Teluk Jakarta pun juga ada yang menyalahi aturan makanan yang aman dikonsumsi. Di situ ada sekelompok nelayan yang baru pulang melaut dan mendapatkan hasilnya yakni kerang. Berkarung-karung kerang yang didapat langsung dibawa ke pengepul yang lokasinya tak jauh dari tempat nelayan menyandarkan perahunya.
Setelah dikumpulkan, ribuan kerang tadi direbus dalam kuali besar hingga matang. Kemudian kerang tersebut dilepaskan dari kulitnya. Kerang yang sudah matang dan tak bercangkang kemudian dimasukkan dalam tong besar untuk melewati proses pencucian. Jika dilihat dengan seksama, tong-tong sudah berwarna merah. Diduga di dalamnya sudah terkandung bahan kimia jenis berbahaya yang sudah lebih dulu dicampur. Proses tersebut otomatis membuat warna kerang yang semula pucat menjadi cerah.
Para pedagang kerang mengaku pewarna yang digunakan adalah pewarna makanan yang dibeli seharga Rp 150 ribu per kilogramnya. Namun saat dilihat bungkusnya, tidak ada cap yang tertulis di bungkusan pewarna makanan tersebut. Karena penasaran dengan kandungan di dalam makanan yang dicampur pewarna berbahaya tadi, beberapa sampel jajanan ini dibawa ke Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan BPOM DKI Jakarta.
Uji sampel pewarna terbagi jadi dua metode, pertama dengan menghancurkan sampel makanan dan jajanan tadi kemudian dipisahkan antara bahan utama dan bahan pewarna. Jajanan harum manis dan kerupuk menjalani proses kimiawi. Setelah bahan pewarna terpisah dari bahan utama, maka dilakukan tes. Objek yang diperiksa direndam dalam larutan kimia.
Dari hasil pengujian di laboratorium dengan metode spectrum graph, hampir semua jajanan tadi mengandung bahan kimia pewarna tekstil Rhodamin B. Menggunakan bahan pewarna tekstil Rhodamin B dalam makanan adalah tindakan ilegal dan membahayakan jiwa konsumennya. Bagi orang yang sensitif terhadap zar pewarna Rhodamin B, dapat segera merasakan efek jangka pendek pada kesehatannya.
Namun tidak adanya kontrol yang ketat dari pemerintah dalam memenuji standar keamanan pada makanan, membuat konsumen sekali lagi dirugikan. Oleh karenanya diimbau pada kita semua agar waspada dan teliti memilih jajanan yang diperlukan khususnya bagi orang tua agar selalu membimbing sang anak. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memilih makanan yang sehat dan higienis serta aman dikonsumsi.(BJK/AYB)