Liputan6.com, Jakarta - Keberlangsungan suatu negara dan bangsa sangat ditentukan oleh tekad persatuan dan kesatuan, serta sinergi yang positif di antara berbagai komponen bangsa untuk menjaganya.
Pernyataan ini disampaikan oleh FÂ Iriani Sophiaan, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) saat memandu acara diskusi publik bertema 'Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia', yang digelar BARA UI, Sabtu (22/7/2017), di Jakarta.
Menurut dosen yang aktif di Forum Bela Negara Alumni UI (BARA UI) ini, pro dan kontra di antara pilar kebangsaan adalah hal biasa, yang harus dihargai sebagai dinamika yang melekat, dan merupakan keniscaayaan yang tak mungkin dinegasikan.
Advertisement
"Kondisi pro kontra seharusnya menjadi penguat dan terus bergerak dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Bukan sebaliknya untuk menghancurkan," kata Iriani.
Terkait hal ini, lanjut dia, Indonesia beruntung memiliki prasyarat yang terbingkai menjadi satu.
Di tempat yang sama, pengajar di King Fahd University, Arab Saudi, Profesor Sumanto Al Qurtuby mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak terpengaruh dengan situasi konflik di Timur Tengah.
Sebab, kata Sumanto, konflik di Timur Tengah sebetulnya tidak terkait keagamaan seperti yang dipersepsikan masyarakat Indonesia selama ini, melainkan lebih karena perebuatan kekuasaan atau politik.
Karena itu, kata dia, jangan memaknai konflik di Timur Tengah sebagai konflik agama.
"Indonesia jangan terpengaruh ke sana. Itu semata-mata karena politik," ucap Sumanto yang juga mengajar di Nasional University Singapura.
Sumanto menjelaskan, di Timur Tengah, kelompok Sunni dan Syiah hanya merupakan faksi, dan keduanya tidak saling memerangi. Sebaliknya keduanya berperang melawan kelompok radikal.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Â