Reaksi Khofifah Beda Pendapat dengan Tito soal Beras Jadi Viral

Mensos Khofifah mengatakan, beras sejahtera (rastra) sudah pasti medium, sementara medium belum tentu beras rastra.

oleh Ika Defianti diperbarui 26 Jul 2017, 15:03 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2017, 15:03 WIB
20160628-Mensos-Khofifah-Indar-Parawansa
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa berbeda pemahaman dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal beras sejahtera (rastra). Perbedaan kedua pejabat itu bahkan menjadi viral di media sosial (medsos).

Khofifah pun menanggapi hal itu dengan tertawa. Saat membuka acara Rapat Koordinasi dan Bimbingan Teknis Keserasian Sosial, ia mengaku, perbedaannya dengan Kapolri tidak benar-benar terjadi.

"Ini digorang-goreng terus dan jadi viral. Saya dihadapkan dengan Kapolri (Jenderal Tito Karnavian)," ucap Khofifah di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Rabu (26/7/2017).

Sebelumnya, Tito menyebut beras PT Indo Beras Unggul (IBU) jenisnya sama seperti beras rastra jenis medium. Namun, produksi tersebut bukanlah rastra dari bantuan sosial (bansos) Kementerian Sosial.

"Kalau beras rastra pasti medium, tapi kalau medium belum tentu beras rastra. Sama halnya orang Tuban di Jawa Timur, tetapi orang Jawa Timur belum tentu orang Tuban," papar dia.

Khofifah menjelaskan, kebutuhan beras medium di Indonesia lebih besar 10 kali lipat dibandingkan dengan beras rastra setiap tahunnya. "Sebanyak 2,7 juta ton kebutuhan beras rastra di masyarakat," jelas Khofifah.

Sebelumnya, gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) diduga melakukan praktik curang penjualan beras. Caranya, dengan mengganti kemasan beras bersubsidi untuk dikemas ulang menggunakan merek barang yang lebih berkualitas. Penggerebekan itu dipimpin langsung Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Tito menjelaskan, petani di Indonesia yang jumlahnya 56 juta lebih, hanya mendapatkan keuntungan kurang lebih Rp 60 triliun atau setiap petani hanya memperoleh keuntungan sekitar Rp 1,3 juta setiap satu periode tanam. Sementara, pedagang yang terlibat dalam distribusi beras dengan jumlah sekitar 400 ribu orang, memperoleh keuntungan Rp 286 triliun.

"Yang paling menderita, yah konsumen, karena barang pokok. Khususnya masyarakat yang ekonomi bawah. Beda seribu saja per kilo, semakin membuat mereka susah lagi. Itulah tanggung jawab pemerintah untuk menstabilkan harga," jelas Tito.

Karena itu, kepolisian telah membentuk 33 Satgas Pangan di setiap polda dan 500 di setiap polres untuk mengawasi harga dan persediaan komoditas pangan. Bahkan, Satgas Pangan yang telah dibuat 2 pekan lalu bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, KPPU, Bulog, dan Bea Cukai, akan hadir di setiap polsek dan kecamatan.

"Kita juga memberikan warning, kepada pemain-pemain lain. Kami akan menyasar saudara. Kita punya data saudara. Jadi tolong, segera yang main-main seperti ini, kembali ke jalan yang benar," jelas Kapolri.

Dalam operasi tersebut, 15 karyawan gudang telah diperiksa. Begitu pula pemilik gudang telah diidentifikasi dan tengah dalam perburuan polisi.

Para pelaku diduga penipuan beras akan terancam pidana dengan Pasal 120 ayat 1 juncto Pasal 53 ayat 1 huruf b UU RI No 3/2014 tentang Perindustrian, Pasal 106 juncto Pasal 24 ayat 1, Pasal 107 juncto 29 ayat 1 dan Pasal 113 juncto Pasal 57 ayat 2 UU RI Nomor 7/2014 tentang Perdagangan; Pasal 139 juncto Pasal 84 ayat 1 UU RI Nomor 18/2012 tentang Pangan dan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 UU RI No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

 

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya