Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, uang suap Rp 20 miliar Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Hubla Kemenhub) Antonius Tonny Budiono merupakan jumlah besar dalam sejarah operasi tangkap tangan (OTT).
Uang suap Rp 20 miliar ini, ditemukan dari 33 tas yang berisi uang Rp 18,9 miliar. Sementara, 1,174 miliar ditemukan di rekening bank.
"Kali ini cukup besar ya sekitar Rp 20 miliar. Sebelumnya kita ada OTT yang nilainya sedikit," ujar Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Advertisement
Febri menjelaskan, uang suap tersebut disimpan Tonny dalam sebuah kamar di Mess Perwira Dirjen Hubla. Namun, KPK masih mendalami asal uang 18,9 miliar yang ditemukan di 33 tas serta uang miliaran dengan mata uang rupiah dan asing.
"Itu bagian dari proses pendalaman. Tapi itu diduga dari pihak-pihak yang terkait dengan jabatan dan kewenangan pihak penerima yaitu dari proses perizinan atau proyek-proyek yang pernah dikerjakan di Dirjen Hubla," jelas dia.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Tonny Budiono bingung uang tersebut berasal dari proyek apa saja dan berasal dari mana.
"33 tas tadi masih dalam proses, siapa saja dan dalam proyek apa saja. Karena yang bersangkutan tidak mungkin kita desak untuk mengingat semuanya. Terlalu banyak, bingung dia jadinya. Dia hanya ingat pada saat diperiksa jumlahnya sekian," pungkas Basaria.
Dijerat Pasal Berlapis
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (PT AKG) sebagai tersangka, dalam kasus perijinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla tahun 2016-2017.
Tonny Budiono diduga menerima sejumlah uang suap dari pelaksanaan proyek di lingkungan Ditjen Hubla sejak 2016 lalu. Dia menggunakan modus baru dengan dibukakan rekening di sejumlah bank, yang telah diisi sebelumnya oleh si pemberi.
Tonny Budiono sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra disangka KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Â
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement