Bupati Buton Dituntut 5 Tahun Penjara

Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun didakwa menyuap mantan Hakim Konstitusi Akil Mochtar dengan uang senilai Rp 1 miliar.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Sep 2017, 13:58 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2017, 13:58 WIB
KPK-Kembali-Periksa-Bupati-Buton
Bupati nonaktif Buton, Samsu Umar Samiun berada di mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (16/5). Samsu Umar Samiun diperiksa dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Buton 2019 lalu. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa KPK juga menuntut denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Terdakwa Umar Samiun telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan ‎tindak pidana korupsi," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/9/2017).

Menurut JPU, hal yang memberatkan tuntutan karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah‎ yang bersih dari KKN. Selain itu, terdakwa tidak berterus terang mengakui perbuatannya.

"Terdakwa tidak menyesali perbuatan dan terdakwa pernah dihukum karena melanggar tindak pidana pemilu," terang jaksa Kiki.

Adapun hal yang meringankan, terdakwa dinilai bersikap sopan di persidangan dan terdakwa memiliki tanggungan keluarga.

Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun menurut JPU terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap mantan Hakim Konstitusi Akil Mochtar dengan uang senilai Rp 1 miliar. Uang tersebut diberikan melalui transfer ke rekening CV Ratu Samagat dengan keterangan pembayaran DP batu bara.

Suap sejumlah Rp 1 miliar tersebut untuk mengurus sidang perselisihan hasil Pilkada Buton tahun 2011 di MK dan agar memutuskan pasangan Samsu Umar Abdul Samiun-La Bakry sebagai pemenang Pilkada Buton.


Saksikan video menarik di bawah ini:

 

Hasil Musyawarah Hakim

 

Sementara itu, mantan Ketua MK Akil Mochtar mengaku kenal dengan terdakwa Samsu Umar hanya sebatas pihak yang berperkara di MK terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton. Akil juga menjelaskan mengenai putusan sengketa Pilkada Buton hingga akhirnya harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).

Dalam keterangan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2017, menurut Akil pengambilan keputusan sudah melalui mekanisme Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) panel.

"Kami bertiga, saya, Ali dengan Hamdan Zoelva bersepakat permohonan dikabulkan sebagaimana dokumen yang diajukan kepada saya sebelumnya. Hasil rapat permusyawaratan hakim disampaikan dalam rapat pleno pada 2011. Intinya KPUD Buton harus melaksanakan pilkada ulang," kata Akil.

Begitu juga dengan hasil PSU. Hasil ini diambil sesuai dengan mekanisme yang ada. Namun memang, dalam persidangan, pasangan Agus Feisal-Yaudu Salam Ajo sempat mengajukan beberapa bukti pelanggaran dalam PSU. Namun, dalam persidangan tidak dapat dibuktikan pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud.

"Hasil PSU menetapkan pasangan Samsu Umar Abdul Samiun-La Bakry sebagai pemenang. Tidak ada pendapat berbeda dalam penetapan keputusan tersebut," tambah Akil.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya