Liputan6.com, Jakarta - Pada 7 September, 77 tahun silam, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid lahir ke dunia. Sosok yang akrab dipanggil Gus Dur ini menjadi simbol kebinekaan dan pembela kaum minoritas.
Gubenur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengenang sosok Gus Dur sebagai guru bangsa. "Gus Dur itu sosok guru bangsa. Saya banyak belajar tentang aspek-aspek kemanusiaan dari beliau," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Baca Juga
Mantan Wali Kota Blitar itu menyebut, Gus Dur adalah seorang orator yang dapat menyampaikan sesuatu dengan cara ringan dan mudah dipahami segala golongan.
Advertisement
"Beliau bisa menyampaikan sesuatu yang sulit itu dengan cara yang mudah dan mudah dipahami," kata dia.
Gus Dur, kata Djarot, adalah sosok yang membumikan nilai Islam rahmatan lil alamin. "Beliau sangat toleran. Beliau menggambarkan dari sebagai sosok seorang kiai yang membumikan nilai Islam yang rahmatan lil alamin," tandas Djarot.
Saksikan video di bawah ini:
Pesan Gus Dur
Ketika memutar kembali ingatan, Gus Dur pernah berpesan soal perdamaian yang masih relevan dengan kondisi tersebut. Salah satu pesannya berbunyi, "Yang sama jangan dibeda-bedakan, yang beda jangan disama-samakan."
Pesan itu pernah disampaikan sang putri sulung, Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid), saat mewakili keluarga menyampaikan sambutan pada Haul ke-7 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat 23 Desember 2016 malam.
Gus Dur ingin bangsa Indonesia terus menjaga kebinekaan yang merupakan akar dari kekayaan bangsa ini.
Untuk dapat menghargai perbedaan, setiap individu harus melihat manusia lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang dalam terminologi agama disebut sebagai persaudaraan antarmanusia (ukhuwah basyariyah).
Hal yang paling penting menurut Gus Dur, kata dia, perdamaian bukanlah sesuatu yang pasif, tetapi aktif dan dinamis. Untuk itu, syarat utama perdamaian adalah keadilan.
"Kata Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan adalah omong kosong," ujar Alissa dalam acara yang dihadiri ribuan orang itu.