Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum tersangka kasus ujaran kebencian Asma Dewi, Djudju Purwantoro mengungkapkan, ada tiga postingan di medsos yang menjadi dasar penangkapan kliennya. Ketiganya diunggah Asma Dewi sekitar tahun 2016.
"Pertama, pernah dengan vaksin virus campak rubela dari Cina? Dia katakan ya itulah kalau vaksin atau virus dari Cina, hanya Cina itu saja yang dipersoalkan," kata Djudju di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2017).
Postingan kedua adalah pernyataan Asma Dewi yang mengomentari Mentan Amran Sulaiman soal harga daging mahal pada Juli 2016 lalu.
"Kedua, pernah dengan Mentan katakan harga daging mahal. Kalau merasa mahal, makan jeroan saja, pernah dengar? Yang nyatakan bukan Bu Asma, tapi Mentan, kok masyarakat makan jeroan, kenapa enggak menterinya makan jeroan?" Djudju menjelaskan.
Advertisement
Sedangkan postingan ketiga adalah komentar Asma yang kembali menyingung Cina.
"Ada tulisan Sansekerta, postingnya negara Singapura diajarkan Sansekerta. Kenapa di Indonesia diajarkan bahasa Cina, Cina lagi," kata dia
Menurut Djudju, tiga postingan tersebutlah yang menjadi dasar sangkaan polisi. Ia menegaskan tidak satu pun postingan terkait sindikat penyebar kebencian Saracen.
Kuasa hukum Asma Dewi akan melakukan pra-peradilan karena menilai penangkapan kliennya tidak sesuai prosedur.
"Pertama beberapa aparat lompati pagar, mereka ada sekitar 10 orang. Kemudian setelah lompat pagar, sekering listrik mati hidupkan. Kemudian panggil Ibu, belum siap pakaian lengkap untuk segera keluar," tandas Djudju.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Bukan Pengurus Presidium Alumni 212
Sebelumnya, Presidium Tamasya Al-Maidah mengakui tersangka kasus ujaran kebencian, Asma Dewi, merupakan bagian alumni gerakan 212. Namun demikian, Asma Dewi bukan merupakan Koordinator Tamasya Al-Maidah.
"Kami kenal baik dengan Bu Asma Dewi. Sebagai alumni 212, kita sering ketemu dalam Aksi Bela Islam," ujar mantan Presidium Alumni 212 Ansufri Sambo di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2017).
Sambo menilai, penangkapan Asma Dewi sebagai bentuk kriminalisasi yang dilakukan rezim pemerintahan saat ini.
"Ini upaya pembungkaman terhadap aktivis yang berupaya kritis terhadap kebijakan rezim Jokowi, yang kami anggap pro cukong, permisif dengan PKI, dan diskriminatif pada umat Islam," ucap Sambo.
Sambo menilai, apa yang disampaikan Asma Dewi dalam media sosialnya hanya berisi kritik terhadap pemerintah saat ini. Tidak ada unsur kebencian yang disebar oleh Asma Dewi.
"Yang beliau lakukan di medsos hanya mem-posting protes dan kritik terhadap bentuk kezaliman di negeri ini," kata dia.
Selain itu, kata Sambo, penangkapan Asma Dewi adalah bentuk diskriminasi hukum.
"Dan (ini) bentuk kriminalisasi oleh rezim Jokowi kepada umat Islam, khususnya aktivis 212," ujar dia.
Advertisement