Pemerintah RI Diminta Cari Solusi Permanen untuk Rohingya

Menurut Dinna, solusi permanen untuk Rohingya adalah dengan mendesak Myanmar menghentikan segala bentuk kekerasan di Rakhine.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Sep 2017, 06:24 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2017, 06:24 WIB
Rohingya Myanmar
Anak-anak etnis Rohingya (Twitter/Khaled Beydoun)

Liputan6.com, Jakarta - Commissioner at ASEAN Intergivernmental Commission on Human Rights Dinna Wisnu mendorong, Pemerintah RI mencari solusi permanen atas permasalahan kemanusiaan yang saat ini melanda entis muslim Rohingya di Myanmar.

"Tahapan bantuan dan diplomasi Indonesia menurut saya perlu ditingkatkan ke tahap berikutnya, dengan mengembangkan upaya paralel untuk memberi solusi permanen pada masalah kemanusiaan dan masa depan Rohingya," kata Dinna dalam diskusi di Griya Gus Dur, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).

Menurut Dinna, solusi permanen untuk Rohingya adalah dengan mendesak Myanmar menghentikan segala bentuk kekerasan di Rakhine.

"Solusi itu menurut saya harus dibagi bersama di ASEAN. Karena dampaknya sudah bersifat regional, jadi jangan hanya ditanggung oleh Indonesia," kata dia.

Dinna berpendapat, secara politik, negara anggota ASEAN, khususnya yang berpenduduk muslim, punya pengaruh besar.

"Alasan ini adalah alasan yang sangat kuat untuk menganggap masalah di Rakhine bukan masalah Myanmar saja, tapi masalah di ASEAN. Indonesia perlu memimpin inisiatif regional di ASEAN, untuk kepentingan jangka panjang," Dinna menegaskan.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Pembangunan RS Indonesia

Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) bersama Palang Merah Indonesia (PMI) dan didukung Pemerintah RI, mempercepat pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Myaung Bway, Mrauk U, Rakhine State, Myanmar.

Pembangunan fasilitas kesehatan tersebut dinilai sebagai simbol perdamaian, untuk wilayah yang tengah mengalami krisis kemanusiaan, di antaranya etnis Rohinya.

Pelaksana Harian Ketua Umum PMI Ginandjar Kartasasmita mengatakan, sebenarnya pembangunan rumah sakit dilakukan sebelum isu Rohingya mencuat. Sudah ada perencanaan sejak 2012, dengan melihat kondisi sosial di Myanmar.

"Rumah sakit itu di sana dipisah. Pasien umat Budha dan Islam dipisah. Kalau di kita kan hanya dewasa dan anak-anak, tapi di sana karena agamanya jadi dipisah malah," tutur Ginandjar di Kantor Pusat PMI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis 14 September 2017.

Ginandjar menjelaskan, melalui pembangunan rumah sakit tersebut, Pemerintah RI ingin menunjukkan kehidupan penduduk Indonesia yang harmonis. Terlebih, dunia sudah mengenal kehidupan pluralisme di Indonesia.

"Pemerintah nanti juga akan melakukan banyak kegiatan, dan kita harapkan dengan kegiatan itu kita bisa saling mendukung," kata Ginadjar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya