Cukup Debora yang Terakhir

Dinas Kesehatan DKI Jakarta menemukan indikasi kelalaian Rumah Sakit Mitra Keluarga, dalam kasus kematian bayi Debora.

oleh Muhammad Ali diperbarui 17 Sep 2017, 06:52 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2017, 06:52 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Tak ada lagi senyum manis Tiara Debora Simanjorang. Bayi empat bulan ini berpulang 3 September lalu, akibat gangguan jantung bawaan. Meski sempat dirawat selama enam jam di unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, nyawa Debora tak tertolong.

Orangtua Debora, pasangan Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi, geram sekaligus kecewa karena pihak Rumah Sakit Mitra keluarga menolak merujuk anaknya ke ruang perawatan intensif khusus anak (PICU), hanya karena masalah biaya.

Pihak rumah sakit mematok uang muka Rp 11 juta, sementara orangtua Debora hanya membawa uang tunai Rp 5 juta.

Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres menampik berbuat lalai saat merawat bayi Debora, karena mengaku sudah menangani pasien sesuai prosedur yang berlaku.

Namun Dinas Kesehatan DKI Jakarta menemukan indikasi kelalaian Rumah Sakit Mitra Keluarga, dalam kasus kematian bayi Debora.

Sesuai ketentuan, untuk pelayanan UGD, tenaga medis wajib menstabilkan kondisi kesadaran pasien. Jika kondisi sudah stabil, pasien bisa dipindah ke ruang lain atau dipulangkan.

Sebaliknya, jika kondisinya tidak stabil, pasien harus dirujuk ke unit perawatan intensif atau ICU. Semua rumah sakit wajib melayani pasien gawat darurat, tanpa harus menarik uang muka perawatan terlebih dulu.

Lalu bagaimana tanggapan masyarakat atas kasus yang menimpa bayi Debora? simak selengkapnya dalam Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) dalam tautan video di atas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya