Liputan6.com, Jakarta - Gunung Merapi, gunung berapi aktif di perbatasan Jawa Tengah dan DIY, kembali menjadi sorotan setelah 20 pendaki ilegal diamankan petugas. Kejadian ini terjadi pada Minggu (13/4/2025), di mana para pendaki, yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan karyawan dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan DIY, nekat mendaki gunung yang telah ditutup sejak Mei 2018.Â
Penutupan ini dilakukan karena peningkatan status Gunung Merapi dari 'aktif normal' menjadi 'waspada' (Level II), dan hingga kini masih berstatus 'siaga' (Level III).
Advertisement
Baca Juga
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini dan mengimbau masyarakat untuk mematuhi larangan mendaki.Â
Advertisement
"Harapannya, masyarakat mematuhi larangan-larangan yang sudah ditetapkan oleh instansi yang berwenang terhadap Merapi," ujar Noviar sepertidikutip dari Antara.Â
Ia menegaskan bahwa meskipun aktivitas Merapi saat ini terkendali, kewaspadaan tetap harus dijaga mengingat potensi bahaya yang masih ada.
Gunung Merapi, dengan ketinggian sekitar 2.980 meter di atas permukaan laut, memiliki sejarah letusan yang panjang dan sering, rata-rata setiap 2-5 tahun sekali.Â
Letusan-letusan ini menghasilkan berbagai ancaman, seperti aliran lava pijar, awan panas, dan letusan eksplosif. Kawasan rawan bencana telah dipetakan, dan potensi bahaya guguran lava dan awan panas mengarah ke beberapa sungai di sektor selatan-barat daya dan tenggara gunung.
Bahaya Merapi dan Imbauan BPBD
Meskipun aktivitas Gunung Merapi saat ini terkendali, status siaga (Level III) tetap berlaku. BPPTKG terus memantau aktivitas gunung secara ketat, dan informasi terkini selalu dapat diakses melalui sumber resmi. Potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas masih mengancam wilayah di sekitar Merapi. Guguran lava dapat mencapai jarak hingga 5 kilometer di beberapa sungai, sementara awan panas dapat menjangkau hingga 7 kilometer.
BPBD DIY telah melakukan berbagai upaya mitigasi bencana, termasuk penyediaan 278 sabo dam di lereng Merapi dan pemasangan sistem peringatan dini (EWS) di berbagai titik rawan. EWS ini dibangun oleh berbagai pihak, termasuk Pemkab Sleman, BPPTKG, dan Balai Teknik UGM. Sistem ini memberikan peringatan dini jika aktivitas Merapi meningkat.
Noviar kembali mengingatkan masyarakat akan pentingnya mematuhi larangan mendaki. "Masyarakat atau wisatawan jangan coba-coba mempertaruhkan nyawa di Merapi," tegasnya. Ia menekankan pentingnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang telah ditetapkan untuk keselamatan bersama.
Advertisement
Aktivitas Gunung Merapi dan Data Terkini
Laporan BPPTKG periode 27 Maret - 3 April 2025 menunjukkan sedikit perubahan morfologi kubah lava barat daya akibat aktivitas guguran lava, sementara kubah tengah tidak mengalami perubahan signifikan. Berdasarkan analisis foto udara pada 11 Maret 2025, volume kubah barat daya terukur sebesar 3.626.200 meter kubik, dan volume kubah tengah sebesar 2.368.800 meter kubik.
Data ini menunjukkan bahwa Gunung Merapi masih aktif dan berpotensi bahaya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari BPPTKG dan BPBD DIY. Pemantauan dan mitigasi bencana yang efektif sangat penting untuk mengurangi risiko dan melindungi penduduk di sekitar gunung.
Masyarakat diimbau untuk selalu mengakses informasi terkini mengenai aktivitas Gunung Merapi dari sumber resmi, seperti BPPTKG dan BPBD DIY, dan menghindari penyebaran informasi yang tidak valid.
Meskipun Gunung Merapi memiliki nilai budaya dan ilmiah yang tinggi, keselamatan tetap menjadi prioritas utama. Kepatuhan terhadap larangan mendaki dan mengikuti arahan dari pihak berwenang adalah langkah penting dalam mengurangi risiko bencana.
