Gunung Agung Tertutup Awan, PVMBG Sulit Ukur Volume Gas‎ Magmatik

Saat ini semburan asap putih sudah keluar dari kawah Gunung Agung yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali.

oleh Dewi Divianta diperbarui 02 Okt 2017, 06:33 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2017, 06:33 WIB
Gunung Agung
Asap mengepul dari kawah Gunung Agung yang berstatus awas terlihat dari Desa Rendang, Karangasem, Bali, Jumat (29/9). Semenjak Gunung Agung dinyatakan status awas hingga hari ini pos tersebut selalu ramai didatangi warga. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Karangasem - Sudah sembilan hari Gunung Agung berstatus Awas. Saat ini, semburan asap putih sudah keluar dari kawah gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali, tersebut.

Menurut ‎K‎epala Subbidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil, asap putih itu merupakan representasi dari kandungan gas yang terdapat di perut gunung. Kini, pihaknya tengah mengukur volume dan konsentrasi gas Gunung Agung.

Namun, kondisi di lapangan tak memungkinkan. Gunung Agung yang berselimut awan membuat tim PVMBG kesulitan mendapatkan data tersebut. ‎

Menurut Devy, volume dan konsentrasi gas amat penting diketahui. Sebab, kekuatan letusan Gunung Agung yang mesti diwaspadai bukan dari magma yang terkandung dalam bentuk cairan, melainkan gas kandungannya.

"Semakin banyak kandungan gasnya, semakin eksplosif letusannya. Gas itu namanya gas magmatik. Kandungannya campuran. Ada macam-macam," kata Devy ditemui di Pos Pemantauan Gunung Api di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Minggu, 1 Oktober 2017.‎

Kandungan gas Gunung Agung, kata Devy, sama dengan gunung api di daerah lainnya. "Tapi yang membedakan konsentrasinya. Nah, kita tidak berani ukur itu (konsentrasi gas) ke sana (kawah)."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Metode yang Digunakan

Satu metode yang digunakan untuk mengukur volume dan konsentrasi gas di Gunung Agung adalah menggunakan peralatan geokimia. ‎

"Kita hanya bisa nembak dari jauh. Kita lagi nembak dari jauh tapi belum berhasil, karena berawan gunungnya. Kita punya alat yang bisa menangkap volume konsentrasi gas. Alatnya akan memanfaatkan sinar ultraviolet, kita karakterisasi perubahan panjang gelombangnya dari sensor," kata Devy.

Alat tersebut, menurut Devy, tergantung pada media yang akan dilintasinya. ‎"Misalnya asap. Nanti kalau di sana, sinar ultravioletnya pasti akan beda sendiri. Kita bisa dapat estimasi berapa gasnya untuk kandungan sulfurnya itu sedang dilakukan dan sedang dicari lokasi bersih (dari awan)."

"Permasalahannya, dengan peralatan geo-kimia ini dia butuh langit yang cerah untuk kita mengukur kandungan gas," imbuh Devy.‎

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya