Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terus memperkuat sistem regulasi obat dengan langkah progresif. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Taruna Ikrar, menegaskan komitmen Indonesia dalam mempercepat akses terhadap obat-obatan inovatif melalui skema reliance yang efisien dan terpercaya. Hal ini disampaikannya dalam ajang The 7th Asian Network Meeting (ANM) yang berlangsung di Tokyo, Jepang.
Forum yang diinisiasi oleh Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang ini dihadiri oleh otoritas regulatori dari berbagai negara Asia, seperti Jepang, Cina, India, Singapura, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut kerja sama antara BPOM dan PMDA yang telah terjalin sejak 2021.
Advertisement
Baca Juga
Dalam sesi bertema Sharing Best Practices: Reliance and Convergence, Taruna Ikrar memaparkan strategi BPOM dalam menerapkan skema reliance untuk mempercepat registrasi obat di Indonesia.
Advertisement
“Salah satu langkah besar adalah menerapkan sistem reliance yang merujuk pada hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan tepercaya. Mekanisme ini telah terbukti menyederhanakan proses evaluasi pra-pasar, mengurangi birokrasi, serta mempercepat waktu dan mengefisiensikan sumber daya,” jelas Taruna.
Reformasi Regulasi untuk Efisiensi dan Keamanan
Skema reliance memungkinkan BPOM untuk mengadopsi hasil evaluasi dari regulator atau organisasi internasional seperti WHO, European Medicines Agency (EMA), dan kerja sama regional ASEAN melalui ASEAN Joint Assessment (AJA). Melalui mekanisme ini, proses registrasi atau izin edar obat dapat dipercepat tanpa mengabaikan aspek keamanan, efektivitas, dan kualitas produk.
“Melalui sistem reliance, BPOM mampu memangkas waktu evaluasi registrasi dari 120 hari kerja menjadi hanya 90 hari kerja,” ungkap Taruna.
Ia menambahkan bahwa kolaborasi ini juga memperkuat kapasitas regulatori nasional melalui harmonisasi standar dan optimalisasi sumber daya.
Obat Inovatif Lebih Cepat Diterima Masyarakat
Beberapa obat dan vaksin telah mendapat izin edar di Indonesia melalui skema reliance, antara lain Vaksin Dengvaxia, Qdenga (vaksin dengue), Perjeta untuk kanker payudara, serta berbagai obat untuk malaria dan penyakit autoimun. Dengan semakin cepatnya akses terhadap obat-obatan mutakhir, masyarakat Indonesia kini memiliki lebih banyak pilihan terapi yang aman dan efektif.
“Kami berupaya terus percepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat,” kata Taruna lagi.
Advertisement
Hadapi Tantangan Uji Klinik dengan Kolaborasi
Dalam sesi panel diskusi, Taruna juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas SDM dalam pelaksanaan uji klinis di Indonesia. Ia menekankan bahwa penerapan Good Clinical Practice (GCP) serta kerja sama internasional menjadi kunci dalam mempercepat dan menjamin mutu uji klinik.
Pemerintah, menurut Taruna, tengah fokus memperkuat ekosistem riset dan pengembangan produk obat melalui peningkatan kompetensi tenaga ahli serta pemanfaatan teknologi dan jejaring global.
Dorong Konvergensi Regulasi Regional
Di akhir presentasinya, Kepala BPOM berharap forum ini menjadi momen penting untuk memperkuat kolaborasi lintas negara. “Kami berharap pertemuan ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi regional dan bilateral bersama regulator lain, termasuk WHO, dalam rangka memastikan percepatan akses terhadap produk obat yang aman, efektif, dan bermutu,” tegasnya.
Melalui pendekatan reliance dan konvergensi regulasi, Indonesia tidak hanya mempercepat layanan kesehatan, tetapi juga membangun reputasi sebagai negara dengan sistem pengawasan obat yang kuat dan adaptif di kawasan Asia.
Advertisement
