Ahok, Doyan Dangdut, dan Buku tentang Bung Karno

10 penulis bertemu Ahok di ruang tahanan Mako Brimob Polri, Depok. Apa saja kegiatan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut?

oleh Luqman Rimadi diperbarui 24 Okt 2017, 22:47 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 22:47 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok).
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat mengikuti sidang di Mahkamah Konstitusi (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani hari-harinya di ruang tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Ia divonis dua tahun dalam perkara penistaan agama.

Mendekam di balik jeruji besi,  Ahok disibukkan dengan berbagai kegiatan, mulai dari ibadah, membaca, olah raga, dan menulis refleksi pemikiran dirinya. Dia juga kerap menulis balasan surat warga. 

Di tengah itu semua, Selasa (24/10/2017) siang, Ahok dijenguk 10 penulis #KamiAhok, buku yang berisi testimoni atau cerita mengenai kepribadian Ahok dari para penulis yang terdiri dari beberapa profesi, mulai dari dokter, jurnalis, sejarawan, dosen, hingga ahli kelautan. 

Salah seorang penjenguk, Ignatius Haryanto, menceritakan bagaimana suasana pertemuan tersebut. Ahok , kata Haryanto, menerima mereka dengan santai. 

Hari, panggilan akrab Haryanto, menggambarkan sosok Ahok terlihat bersemangat kendati ruang geraknya saat ini harus dibatasi.  Dalam pertemuan, kata dosen jurnalisme di Universitas Media Nusantara (UMN) itu, mantan Bupati Belitung Timur itu banyak bercerita mengenai kesehariannya di tahanan.

Berikut catatan lengkap mengenai pertemuan Ahok dengan 10 penulis yang diunggah di akun Facebook Ignatius Haryanto dan dimuat kembali di Liputan6.com dengan seizin penulisnya:

 

 

Mirip Batman Returns

SEBUAH SELASA SIANG BERSAMA BTP

24 Oktober 2017, pukul 13.10

“Oh jadi ini rombongan para penulis itu ya? Gua udah baca tuh buku (sembari menunjuk buku #KamiAhok yang hendak dimintakan tanda tangannya - IH), tapi sekarang gua udah lupa juga isinya... he he he” Begitu kalimat pertama yang keluar dari sosok lelaki bertubuh tinggi, dengan kulit kuning kemerahan. Wajahnya tampak senang menerima kehadiran 10 orang penulis di hadapannya. Siang itu ia menggunakan kemeja bermotif titik hitam yang ia gulung hingga ke siku tangan.

Sepuluh penulis ini adalah gabungan dari para penulis dari berbagai profesi: ada yang dokter, wartawan, ahli kelautan, dosen, sejarawan, ahli agama, dan penulis novel. Sembilan dari sepuluh penulis menggunakan atasan putih, sesuai kesepakatan awal di dalam sebuah grup WhatsApps. Kalau yang satu kostumnya beda, kalau di tim bola, itu berarti dia kiper.

Kacamata bergagang abu-abu melekat di matanya. “Ini hari ke-168 gua ada di sini, dan sepanjang itu gua udah abis baca 18 buku. Ada yang sedeng tebelnya, tapi ada juga yang sampe 400-an halaman. Pokoknya gua manfaatin banget dah waktu di sini untuk bisa baca.” Demikian kata lelaki kelahiran Belitung Timur, 29 Juni 1966 itu.

Itulah sosok Ahok, atau Basuki Tjahaja Purnama, mantan gubernur DKI yang sejak selesai pilkada DKI lalu, menjadi penghuni di tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok ini. Tak ada kalimat mengeluh keluar dari mulutnya. Ia yang mendominasi pembicaraan, dan ia banyak berbicara tentang apa saja yang ia lakukan selama ia menghabiskan waktu dari hari ke hari dalam tahanan.

“Tau ga, gua ini udah kayak Batman Returns gitu. Tiap hari gua sit up dalam goa sampe seratusan kali. Makanya gua hari ini pake kemeja, biasanya gua pake kaos aja, tapi gua pengin ngecek aja, ini kemeja masih muat apa engga? Kan gua sekarang udah lebih berisi lah ... Ha ha ha ..”

Karena dia sadar sedang berhadapan dengan para penulis yang hari itu kompak menggunakan baju putih (kecuali si ahli agama) maka obrolan Ahok hari itu berkisar soal buku yang ia baca.

"Tapi di sini gua juga hampir khatam baca Al Quran lohhh... Gua kan SD sama SMP di sekolah Islam, jadi gua inget-inget dikit lah... “

Al Quran yang ada di tangannya adalah pemberian dari seorang ibu. Cetakannya bagus, hurufnya bagus dan Ahok memuji-muji Al Quran karena hiasannya yang indah. “Nah gua baca juga tuh Al Maida, bagus isinya ... “ Tapi tiba-tiba ada yang nyeletuk di antara penulis, “Ati-ati pak, 1 pasal Al Maida aja udah kena dua tahun.. gimana kalau satu kitab?” Tawa pun berderai-derai membahana.

Soal buku lain, Ahok juga mengisahkan, dia seperti dikejar-kejar untuk menghabiskan bacaannya. Kadang kalau dia bosan, dia bisa pindah ke buku lain, padahal buku sebelumnya belum habis dibaca. “Yah gua tandain aja, terus gua buka buku lain...” Saya pun nyeletuk, “Wah Pak Ahok keluar dari sini jadi master dongg...” Dia ketawa aja ... “Wah banyak banget buku yang ada di kamar gua itu...” kata mantan anggota DPR dari Golkar dan Gerindra itu.

Saya pun sempat bertanya, “Pak di grup WA ada banyak beredar tuh katanya lagu yang bapak bikin lirik lagunya....” Belum selesai saya rampungkan kalimat, Ahok langsung motong, “Boro-boro bikin lagu, nyanyi aja gua fales, gimana mau bikin lagu. Di sini nih selera gua dianggap kampungan banget. Gua sukanya lagu dangdut, di sini diketawain, karena di sini muternya lagu jazz, macem Louis Amstrong gitu... Jadi kagak mungkin gua bikin lirik lagu segala.” (Nah kan terkonfirmasi ya... itu bukan lirik bikinan Ahok lohhh...)

Ahok juga bercerita bagaimana dia terhibur sekali membaca buku Guntur Soekarnoputra berjudul Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku. Buku ini pertama kali terbit tahun 1977 dan tahun 2007 buku tersebut dicetak ulang. Ahok berkomentar begini, “Buku itu lucu dan Bung Karno jadi sangat kelihatan humanisnya, dan walaupun dia presiden, buat Guntur, dia tetap seorang ayah dan seorang teman...

Sudah masuk bulan kelima Ahok mendiami tahanan di Mako Brimob, Ahok mengaku bahwa dirinya sangat belajar tetap budaya Jawa untuk sabar, pasrah, jaga omongan dan lain-lain. Dia melakukan itu karena banyak pihak lain yang menurutnya, misalnya tak melakukan yang semestinya, ya dia harus tahan diri.

Beberapa kali Ahok bercerita bahwa sekeluarnya dari Mako Brimob ini dia mau membuat suatu acara yang diberi judul “Ahok Show”... “Elu semua sekarang denger omongan gua gratis, nanti kalau udah nontonnya di Ahok Show, satu orang kudu bayar 2 juta ya ....” Tawanya pun kembali berderai dan disambut para tetamu dengan lebih membahana lagi.

“Gua kan di sini juga baca nih soal buku pariwisata, petualangan, dan ada buku yang gua baca tentang kota-kota yang harus dikunjungin. Jadi kalau gua bikin Ahok Show di luar negeri, nanti Ahok Show-nya di hari pertama, terus besoknya gua mau pergi ke museum seni terdekat, besoknya lagi seharian gua mau pergi ke Taman Nasional di sana. Gua udah mikir nih, gua bisa nih muter keliling Amerika misalnya, keliling Australia, sama keliling Eropa. Di sana kan ada banyak temen-teman kita...”

Soal bahasa, Ahok bercerita kalau dia sedang belajar bahasa Mandarin via Spotify. “Jadi gua boleh dikasih hape tapi ga untuk telepon, tapi gua pake untuk Spotify gitu, nah gua cari pelajaran bahasa Mandarin. Enak loh.... murah lagi... sebulan cuma bayar berapa lah tuhh...” Jadi gua punya target, sebelum makan siang, gua harus bisa nulis beberapa kata bahasa Mandarin.

 

Akankah Ahok Kembali ke Politik?

Berhubung di tahanan banyak waktu kosong, Ahok pun mendisiplinkan dirinya untuk menulis. Ia mengaku menulis semacam renungan rohani, terkadang renungan politik, dan sampai tadi pagi ia sudah menulis sampai 162 halaman A4. Mungkin sekali tulis tangan, karena tak boleh bawa laptop ke dalam tahanan.

Di antara tetamu ada seorang penulis Barat yang kebetulan ikut rombongan, dia adalah sejarawan Peter Carey, lulusan dari Trinity College, Oxford University, UK. Ahok tadinya sudah bertanya-tanya dalam hati, dan sepertinya dia mengenali wajah itu, tetapi tidak ngeh sampai kemudian seorang teman memperkenalkannya pada Ahok.

Ahok langsung berkata, “Wah ini Pak Peter Carey ya... Saya sudah baca bukunya soal Pangeran Diponegoro. Sudah sampai bab 3, dan itu tulisan bagus sekali, apalagi ditambah dengan ilustrasi lukisan-lukisan lama dari berbagai koleksi museum di Eropa. Bagus sekali Pak Peter... Saya senang bertemu anda.”Ahok dan Peter Carey pun bertukar tanda tangan. Sementara itu ajudan di belakang sudah mulai resah. Waktu yang dialokasikan 30 menit sudah lama lewat, dan rombongan lain pun masih menunggu di luar.

Suami dari Veronica Tan ini mengaku bahwa tiap hari ia bangun jam 4 pagi, lalu ikut olahraga, lalu setelah jam 7 ia mulai membaca, menulis dan lain-lain. Dan malam hari ia tidur jam 22.00. “Kalau agak capek, siang gua suka tidur, tapi banyakannya sih engga...” Gua di sini banyak belajar: belajar melayani, belajar sabar, latihan fisik, baca dan nulis...

Banyak orang pada nanya ke gua, apa nanti gua akan balik ke politik lagi apa engga?“Gua susah kalau jawab pertanyaan begitu. Biasanya yang nanya gitu, gua kasih cerita soal Sun Tzhu. Dalam dialog Sun Tzhu sama seorang bangsawan. Bangsawan tadi tanya, apakah saya perlu mengabdi pada pemerintah? Sun Tzhu hanya menjawab, hasrat itu harusnya datang dari hasrat untuk mengabdi bagi negara, pada pemerintah”. (Nah kejawab kan?)

Dan ia menutup pembicaraan tadi dengan kalimat begini: “Integritas itu bisa dibuang, tapi tak bisa dicuri...” Kalimat bersayap ini entah kepada siapa ia tujukan. Yang pasti siang itu pertemuan sangat berkesan bagi sepuluh orang penulis, dan mudah-mudahan untuk Ahok juga, karena dia begitu excited bertemu dengan sejarawan asal Inggris yang pernah menyebutnya “ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia”. Jam pun menunjukkan waktu 13.50 untuk wilayah Mako Brimob Kelapa Dua, Depok ketika sepuluh penulis berbaju putih keluar dari kompleks tempat pria bernama Basuki Tjahaja Purnama itu ditahan (*)

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya