Selain Soeharto, Ada Gus Dur hingga Guru Tua Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 2025

Usulan Pahlawan Nasional 2025 menuai kontroversi, dengan nama Soeharto yang kembali muncul. Pihak pro menekankan jasa-jasa Soeharto dalam pembangunan Indonesia, sementara penentang menyoroti pelanggaran HAM berat dan korupsi di masa pemerintahannya. Namun ternyata bukan Soeharto seorang yang diusulkan menjadi pahlawan nasional. Setidaknya ada sembilan nama lain yang juga diusulkan, satu di antaranya adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

oleh Nafiysul Qodar Diperbarui 24 Apr 2025, 22:11 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2025, 22:10 WIB
Banner Infografis MPR Akan Undang Keluarga Soeharto dan Gus Dur Bahas Pemulihan Nama Baik. (Foto: Wikimedia Commons)
Banner Infografis MPR Akan Undang Keluarga Soeharto dan Gus Dur Bahas Pemulihan Nama Baik. (Foto: Wikimedia Commons)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) RI kembali membuka babak baru dalam proses penetapan pahlawan nasional. Munculnya kembali nama Presiden ke-2 RI Soeharto dalam daftar usulan Pahlawan Nasional 2025 memicu kontroversi.

Pihak pendukung menekankan jasa-jasa Soeharto dalam pembangunan Indonesia, sementara penentang menyoroti kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan korupsi di masa pemerintahannya.

Selain Soeharto, ada pula sembilan nama lain yang tak kalah menarik perhatian publik. Satu di antaranya adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dari 10 nama tokoh tersebut, empat di antaranya merupakan usulan baru, sementara sisanya adalah pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya. 

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf mengungkapkan, mekanisme pengusulan pahlawan nasional berangkat dari masukan masyarakat. Pengusulan 10 nama tokoh untuk menjadi pahlawan nasional pada 2025 ini juga telah melalui tahapan yang panjang.

"Masukan dari masyarakat lewat seminar, dan lain sebagainya. Nah, setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada tokoh-tokoh setempat, dan juga narasumber lain yang berkaitan dengan salah seorang tokoh yang diusulkan jadi Pahlawan Nasional,” ujar Gus Ipul di Jakarta, Minggu 20 April 2025.

Apabila usulan tersebut diterima oleh bupati/wali kota setempat, selanjutnya akan disampaikan kepada gubernur. "Setelah itu, nanti prosesnya naik ke atas, ke gubernur. Ada seminar lagi, setelahnya baru ke kami," katanya.

Selanjutnya, Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan membuat tim untuk memproses semua usulan nama Pahlawan Nasional. Tim tersebut terdiri dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, sejarawan, tokoh-tokoh agama, hingga tokoh masyarakat.

Perdebatan historis dan berbagai pertimbangan akan dilakukan untuk menilai kelayakan setiap tokoh yang diusulkan sebelum keputusan akhir diambil oleh Presiden. 

Pro-Kontra Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Pengusulan nama Presiden ke-2 RI Soehato menjadi pahlawan nasional kembali memicu perdebatan. Sebagian masyarakat mendukung mantan pemimpin Orde Baru (Orba) itu menjadi pahlawan nasional berkat jasa-jasanya dalam membangun Indonesia. Sementara sebagian lainnya menolak karena catatan-catatan hitam yang mewarnai kepemimpinannya sepanjang 32 tahun.

Pengamat Sejarah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dedi Arman, menilai Soeharto telah memenuhi syarat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan rekam jejaknya.

"Bagaimana rekam jejaknya pada masa lampau, siapa yang bisa membantah, bagaimana peranan beliau di masa kemerdekaan, serangan 1 Maret 1949, bagaimana peran beliau dalam Operasi Pembebasan Irian Barat, dia sebagai panglima Komando Trikora," ujar Dedi.

Namun, ia mengakui usulan ini berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat sipil yang mengkritisi pelanggaran HAM dan otoritarianisme Orde Baru.

Sejarawan Tiar Anwar Bachtiar menilai, pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional perlu dilihat secara objektif dan komprehensif. Dari sisi pembangunan, Soeharto memang punya kontribusi besar. Namun di sisi lain terdapat kontroversi yang juga tak bisa diabaikan.

 

"Kalau dalam pandangan para sejarawan sih sebenarnya, Soeharto itu adalah pemimpin biasa saja yang dia ada kontribusinya, tapi juga yang keliru kebijakannya banyak juga. Jadi bukan extraordinary," katanya.

Tokoh-Tokoh yang Diusulkan Selain Soeharto

Selain Soeharto (Jawa Timur), beberapa nama lain yang kembali diusulkan antara lain, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (Jawa Timur), Pendiri NU KH Bisri Syansuri (Jawa Timur), Habib Idrus bin Salim Al-Jufri alias Guru Tua (Sulawesi Tengah), Letkol TNI (Purn) Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Pemimpin Ponpes Buntet Cirebon KH Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita alias Kapten Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan KH Yusuf Hasyim (Jawa Timur).

Berikut daftar lengkap 10 nama yang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional 2025:

  • Soeharto (Presiden ke-2 RI)
  • Abdurrahman Wahid (Presiden ke-4 RI)
  • Bisri Syansuri (Ulama dan Pendiri NU)
  • Idrus bin Salim Al-Jufri (Ulama)
  • Teuku Abdul Hamid Azwar (Pejuang kemerdekaan)
  • Abbas Abdul Jamil (Ulama)
  • Anak Agung Gede Anom Mudita (Pejuang kemerdekaan)
  • Deman Tende
  • Midian Sirait (Pakar Farmasi)
  • Yusuf Hasyim (Ulama)

 

Kontroversi dan Perdebatan Publik

Pengajuan Soeharto sebagai pahlawan nasional selalu memicu kontroversi. Keluarga korban pelanggaran HAM menolak keras pemberian gelar tersebut, menganggapnya sebagai pengabaian atas penderitaan yang dialami banyak orang di masa Orde Baru. Perdebatan ini menyoroti kompleksitas dalam menilai sejarah dan warisan kepemimpinan, khususnya dalam konteks rekonsiliasi nasional.

Proses penetapan Pahlawan Nasional melibatkan pertimbangan yang kompleks dan multi-perspektif. Tidak hanya jasa-jasa pembangunan yang dipertimbangkan, tetapi juga catatan sejarah yang kontroversial, seperti pelanggaran HAM dan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa proses tersebut bukan sekadar pemberian penghargaan, tetapi juga bentuk pengakuan dan pertanggungjawaban sejarah.

Perdebatan seputar usulan ini menyoroti pentingnya dialog dan pemahaman sejarah yang komprehensif. Memahami berbagai perspektif dan konteks sejarah menjadi kunci dalam menilai kontribusi para tokoh bangsa dan menentukan siapa yang layak menyandang gelar Pahlawan Nasional.

"Semua harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," ujar Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menawarkan solusi untuk menyelesaikan polemik ini.

Infografis Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional.
Infografis Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya