Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus diperiksa perdana oleh penyidik KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan perubahan APBD pada Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2017. Usai diperiksa penyidik, Mas'ud membantah telah memberi instruksi suap.
"Enggak (beri instruksi suap)," kata Mas'ud Yunus di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (4/12/2017).
Kendati begitu, dia enggan memberi keterangan detail soal duduk perkara yang disangkakan padanya. Kepada awak media, Mas'ud mengaku dicecar 14 pertanyaan oleh penyidik.
Advertisement
"Semuanya sudah saya jawab sesuai dengan apa yang saya tahu, dengar dan alami," ujar dia.
Seperti diketahui, KPK pada Kamis, 23 November 2017, telah menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan perubahan APBD pada Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2017. Penetapan tersangka Mas'ud itu merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.
KPK menduga Mas'ud bersama Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Mojokerto Wiwiet Febryanto memberikan sejumlah uang suap kepada anggota DPRD Kota Mojokerto.
Atas perbuatannya, Mas'ud Yunus disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pengalihan Anggaran
Sebelumnya, KPK mengungkap kasus dugaan suap pemulusan pengalihan anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran Program Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Mojokerto, tahun anggaran 2017.
Dari pengungkapan kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Mojokerto Purnomo, dua Wakil Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq dan Abdullah Fanani, serta Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Kota Wiwiet Febryanto.
Selaku pemberi suap, Wiwiet Febryanto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau huruf b Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang tipikor sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, sebagai penerima suap, tiga pimpinan DPRD Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq, dan Abdullah Fanani, dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Advertisement